Tafsir Singkat: Menggali Hikmah Surat Al-Kahfi Ayat 9 dan 22

Ilustrasi Gua dengan Cahaya Bintang

Surat Al-Kahfi, surat ke-18 dalam Al-Qur'an, adalah salah satu surat yang sarat akan pelajaran penting, terutama dalam menghadapi ujian dan fitnah kehidupan. Dua ayat kunci yang sering menjadi sorotan dalam konteks ujian iman dan ketidakpastian adalah ayat ke-9 dan ayat ke-22. Kedua ayat ini berbicara mengenai respons manusia terhadap berita besar atau kejadian luar biasa, baik berupa kenikmatan maupun ancaman.

Kisah Tentang Pertanyaan dan Keraguan (Ayat 9)

Ayat ke-9 berfungsi sebagai pembuka, menarik perhatian pembaca kepada kisah utama Ashabul Kahfi (Pemuda Ashabul Kahfi) dan secara umum menekankan pentingnya keyakinan yang teguh. Ayat ini adalah sebuah pengingat keras dari Allah SWT kepada umat manusia.

أَمْ حَسِبْتَ أَنَّ أَصْحَابَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيمِ كَانُوا مِنْ آيَاتِنَا عَجَبًا

"Apakah kamu mengira bahwa orang-orang Ashabul Kahfi dan Ar-Raqim itu adalah suatu keajaiban di antara tanda-tanda kekuasaan Kami?"

Ayat ini menegaskan bahwa kisah Ashabul Kahfi, meskipun tampak ajaib—pemuda yang tertidur selama ratusan tahun—sebenarnya hanyalah satu di antara banyak sekali tanda kebesaran Allah (Ayat 'Ajaab) yang tersebar di alam semesta. Allah SWT seolah bertanya kepada Nabi Muhammad SAW (dan secara implisit kepada umatnya): Apakah Anda berpikir kisah ini adalah keanehan terbesar? Padahal, penciptaan langit dan bumi, pemberian rezeki, dan siklus kehidupan itu sendiri jauh lebih menakjubkan. Pesan utamanya adalah: jangan terperdaya oleh keajaiban yang kasat mata, sebab Kekuasaan Tuhan jauh melampaui apa yang kita bayangkan.

Perbedaan Pendapat Mengenai Hal Ghaib (Ayat 22)

Setelah memperkenalkan kisah Ashabul Kahfi, Al-Qur'an lalu menyoroti bagaimana manusia cenderung berbeda pendapat ketika dihadapkan pada hal-hal yang tidak dapat mereka indra secara langsung, seperti jumlah pasti para pemuda atau detail waktu tidur mereka. Ayat 22 Surat Al-Kahfi memberikan panduan penting tentang bagaimana seharusnya seorang mukmin bersikap di tengah perbedaan pendapat mengenai perkara ghaib atau yang memerlukan penyelidikan mendalam.

سَيَقُولُونَ ثَلَاثَةٌ رَّبُّهُمْ رَابِعُهُمْ وَيَقُولُونَ خَمْسَةٌ رَّبُّهُمْ سَادِسُهُمْ رَجْمًا بِالْغَيْبِ ۖ وَيَقُولُونَ سَبْعَةٌ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ ۚ قُلِ ارْتَأْتُ عَلَىٰ رَبِّي لَا يَعْلَمُهُمْ إِلَّا قَلِيلٌ ۗ ذَٰلِكَ مِرَاءٌ فِيهِ إِلَّا مِرَاءً ظَاهِرًا وَلَا تَسْتَفْتِ فِيهِم مِّنْهُمْ أَحَدًا

"Nanti (ada orang yang akan) mengatakan jumlah mereka tiga orang, sedang yang keempat adalah anjing mereka dan ada (pula) yang mengatakan lima dan yang keenam adalah anjing mereka, sebagai dugaan terhadap hal yang gaib; dan ada (pula) yang mengatakan: "Tujuh dan yang kedelapan adalah anjing mereka." Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit." Maka janganlah kamu memperdebatkan tentang jumlah mereka kecuali perdebatan lahiriah saja dan jangan kamu menanyakan tentang hal itu kepada seorang pun di antara mereka."

Ayat 22 ini menyoroti tiga kelompok yang berbeda dalam memperkirakan jumlah Ashabul Kahfi (tiga, lima, atau tujuh). Allah SWT menegaskan bahwa perkiraan mereka—terutama yang berujung pada spekulasi liar mengenai anjing—hanyalah "dugaan berdasarkan yang gaib" (*rajman bil-ghaib*). Allah kemudian memberikan instruksi tegas: Cukup katakan bahwa Allah lebih mengetahui jumlah mereka, dan hanya sedikit orang yang mengetahuinya. Lebih lanjut, dilarang untuk berdebat secara mendalam atau meminta kepastian kepada orang-orang yang mungkin tidak memiliki pengetahuan sahih mengenai detail tersebut.

Relevansi Kontemporer

Dua ayat ini memiliki relevansi yang kuat dalam kehidupan modern. Ayat 9 mengingatkan kita bahwa dalam menghadapi fenomena yang spektakuler—baik dalam ilmu pengetahuan, teknologi, atau bahkan narasi sensasional—kita harus senantiasa menjaga perspektif bahwa semua itu adalah bagian kecil dari kebesaran Sang Pencipta. Jangan sampai kita tersesat dengan menganggap suatu keajaiban duniawi sebagai puncak segalanya.

Sementara itu, Ayat 22 memberikan pelajaran etika dalam berdiskusi. Di era informasi serba cepat, kita sering kali dihadapkan pada informasi yang simpang siur, terutama terkait hal-hal yang tidak memiliki sumber pasti. Ayat ini mengajarkan bahwa bijak adalah mengakui keterbatasan ilmu kita (*"Tuhanku lebih mengetahui"*), menghindari perdebatan yang tidak produktif berdasarkan spekulasi (*rajman bil-ghaib*), dan tahu batasan kapan harus berhenti menggali detail yang tidak esensial. Fokus seharusnya bukan pada memenangkan perdebatan jumlah, melainkan pada mengambil hikmah utama dari peristiwa tersebut, yaitu keteguhan iman di tengah tekanan.

Dengan memahami konteks Surah Al-Kahfi secara keseluruhan—yang juga membahas fitnah dunia (kekayaan, ilmu, kekuasaan, dan kematian)—ayat 9 dan 22 berfungsi sebagai fondasi untuk menghadapi setiap ujian dengan kerendahan hati intelektual dan keimanan yang tidak mudah goyah oleh hal-hal yang tampak luar biasa namun belum terverifikasi secara pasti.

🏠 Homepage