Ayat ke-87 dari Surat Al-Kahfi merupakan penutup dari sebuah perbandingan penting yang diletakkan Allah SWT di dalam surat agung ini. Ayat sebelumnya (Ayat 86) telah membahas tentang nasib orang yang berbuat zalim terhadap Tuhannya atau tidak beriman kepada Hari Kebangkitan, yang digambarkan sebagai orang yang amal timbangannya ringan. Sebaliknya, ayat 87 ini memberikan janji kemuliaan bagi mereka yang timbangan amal baiknya berat.
Frasa kunci dalam ayat ini adalah "man thaqulat mawāzīnu-hū" (orang yang berat timbangan kebaikannya). Kata "Mawazin" (bentuk jamak dari Mizan) merujuk pada neraca atau timbangan di Hari Kiamat. Dalam ajaran Islam, setiap amal perbuatan, baik atau buruk, akan dihitung dan ditimbang secara adil. Keberatan timbangan kebaikan menunjukkan dominasi ketaatan, iman, dan amal saleh yang dilakukan seorang hamba selama hidupnya di dunia.
Timbangan ini bukanlah sekadar simbol, melainkan representasi nyata dari pertanggungjawaban akhirat. Beratnya timbangan bukan hanya soal kuantitas, tetapi juga kualitas keikhlasan dan niat di balik setiap perbuatan. Ayat ini menegaskan bahwa usaha untuk berbuat baik, meskipun terlihat kecil di mata dunia, akan membuahkan hasil yang sangat besar di hadapan Allah SWT, asalkan dilakukan dengan ketulusan.
Puncak dari keberatan timbangan amal adalah predikat "fa'ulā'ika humul-mufliḥūn" (maka merekalah orang-orang yang beruntung). Kata "Muflihun" (orang yang beruntung/sukses) dalam konteks akhirat memiliki makna yang jauh lebih mendalam daripada kesuksesan duniawi. Keberuntungan sejati adalah selamat dari siksa api neraka dan meraih keridhaan Allah serta masuk ke dalam surga-Nya yang abadi.
Ayat 87 ini berfungsi sebagai motivasi tertinggi bagi kaum mukminin. Jika ayat sebelumnya memberikan peringatan keras, ayat ini memberikan harapan besar. Ia mendorong umat Islam untuk tidak pernah berputus asa dari rahmat Allah dan senantiasa berlomba-lomba dalam kebaikan.
Dalam konteks Surat Al-Kahfi secara keseluruhan, yang membahas ujian iman (Ashabul Kahfi, pemilik harta, dan Nabi Musa bersama Khidir), ayat 87 ini memberikan kesimpulan universal: keberhasilan jangka panjang tidak ditentukan oleh kekayaan, ilmu pengetahuan duniawi semata, atau kemudahan hidup, melainkan oleh bagaimana kita menjaga timbangan amal kita di jalan Allah. Orang yang sukses adalah mereka yang berhasil menavigasi berbagai ujian duniawi dengan tetap menjaga ketaatan, sehingga ketika sampai di akhirat, timbangan kebaikannya jauh melebihi keburukannya.
Penting untuk dicatat bahwa kemuliaan yang dijanjikan ini adalah milik orang yang *sepenuhnya* beriman dan beramal saleh. Mereka adalah orang-orang yang setelah melewati cobaan hidup—entah itu kemiskinan, kekayaan, atau ilmu—tetap teguh memegang prinsip tauhid. Mereka memahami bahwa setiap langkah di bumi adalah persiapan menuju pertimbangan akhir, menjadikan setiap tindakan memiliki nilai investasi abadi. Oleh karena itu, perenungan terhadap Surat Al-Kahfi ayat 87 harus mendorong kita untuk introspeksi harian: apa yang kita persiapkan agar timbangan kita berat di Hari Kiamat?