Surat Al-Kahfi adalah salah satu surat mulia dalam Al-Qur'an yang sarat dengan pelajaran hidup, mulai dari kisah Ashabul Kahfi, pemilik dua kebun, hingga Nabi Musa bertemu dengan hamba Allah yang dianugerahi ilmu laduni (Khidir).
Fokus utama dalam pembahasan ini adalah pada salah satu ayat kunci yang mengungkap syarat mutlak untuk mendapatkan bimbingan lebih lanjut setelah mengalami kegagalan memahami tindakan bijaksana, yaitu pada Surat Al Kahfi ayat 70. Ayat ini merupakan titik balik penting dalam narasi pertemuan Musa dan Khidir.
Ayat ini adalah jawaban langsung Khidir kepada Nabi Musa setelah Nabi Musa melanggar kesepakatan mereka untuk bersabar dan tidak bertanya sebelum Khidir menjelaskannya.
قَالَ إِنَّكَ لَن تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا (Khidir) berkata: "Sungguh kamu sekali-kali tidak akan dapat sabar bersamaku."Ayat ini pendek namun memiliki bobot filosofis dan teologis yang sangat mendalam. Ia menegaskan batasan ilmu dan pemahaman manusiawi ketika berhadapan dengan hikmah ilahiah yang melampaui logika kasat mata.
Sebelum ayat 70 ini, Nabi Musa telah mengajukan tiga kali protes keras kepada Khidir mengenai tindakan-tindakan yang tampaknya zalim atau tidak masuk akal, yaitu melubangi perahu, membunuh seorang anak muda, dan membiarkan dinding nyaris roboh tanpa meminta upah perbaikan.
Pada poin ketiga, ketika Khidir menjelaskan alasan di balik tindakannya (melindungi anak yatim dari nasib buruk dan menggantinya dengan anak yang lebih baik), kesabaran Nabi Musa benar-benar habis. Ia menyadari bahwa ia telah melanggar janji yang telah ia buat di awal pertemuan mereka.
Nabi Musa mengakui kesalahannya dengan berkata, "Jika aku bertanya lagi kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka janganlah kamu izinkan aku lagi menemanimu..." (sebagaimana disebutkan dalam ayat 75). Pengakuan ini membuka jalan bagi Khidir untuk menyampaikan Surat Al Kahfi ayat 70: "Sungguh kamu sekali-kali tidak akan dapat sabar bersamaku."
Pesan utama dari ayat ini adalah bahwa kesabaran yang sejati—terutama dalam menghadapi kehendak Allah yang tidak terjangkau oleh akal—membutuhkan tingkat spiritualitas dan penyerahan diri yang tinggi. Nabi Musa, seorang nabi besar, mengakui bahwa tingkat kesabarannya belum mencapai level yang diperlukan untuk memahami tindakan Khidir yang didasari wahyu dan pengetahuan langsung dari Allah.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendapati diri kita seperti Nabi Musa. Ketika musibah datang, atau ketika kita melihat ketidakadilan terjadi di sekitar kita, naluri pertama adalah menghakimi atau menuntut penjelasan. Namun, Surat Al Kahfi ayat 70 mengingatkan kita bahwa ada hikmah besar yang sering kali tersembunyi di balik peristiwa yang tampak buruk. Upaya untuk memahami hikmah tersebut terkadang melampaui kapasitas intelektual kita saat itu juga.
Kesabaran yang dimaksud di sini bukanlah pasif menunggu, melainkan kesabaran aktif yang disertai dengan keyakinan penuh (tawakkal) bahwa di balik setiap kejadian, ada tujuan mulia yang ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa. Jika kita gagal menahan diri dari pertanyaan dan penghakiman sebelum waktunya, kita akan kehilangan kesempatan untuk menyaksikan kebenaran yang lebih utuh.
Ayat ini menjadi pengingat bahwa ilmu Allah selalu lebih luas daripada ilmu manusia. Ketika kita dihadapkan pada takdir yang sulit dipahami, alih-alih langsung menolak atau mengeluh, kita seharusnya meneladani kesadaran yang akhirnya dicapai oleh Nabi Musa. Kesadaran bahwa kita mungkin "tidak akan dapat sabar" atau tidak akan mampu memahami sepenuhnya adalah langkah awal menuju kerendahan hati intelektual.
Pelajaran yang dapat kita ambil antara lain:
Dengan demikian, tafsir mendalam mengenai Surat Al Kahfi ayat 70 menegaskan bahwa kesabaran adalah kunci untuk membuka lapisan-lapisan kebijaksanaan tersembunyi dalam rencana Tuhan. Tanpa kesabaran tersebut, pengetahuan sejati hanya akan menjadi ilusi yang terhalang oleh prasangka dan ketergesa-gesaan akal kita.
Memahami ayat ini adalah langkah awal untuk meningkatkan kualitas spiritual kita dalam menghadapi ujian kehidupan, menunggu hingga waktu yang tepat bagi Allah untuk menyingkap tirai hikmah-Nya.
Semoga perenungan terhadap ayat ini dapat menumbuhkan ketenangan dan kesabaran yang lebih dalam di hati setiap pembaca.