Surat Al-Kahfi adalah salah satu surat agung dalam Al-Qur'an, yang sarat akan pelajaran hidup, terutama mengenai ujian, kesabaran, dan hakikat ilmu pengetahuan. Ayat 60 hingga 70 secara khusus menceritakan sebuah episode penting dalam perjalanan Nabi Musa AS bersama seorang hamba Allah yang bijaksana, sering diidentifikasi sebagai Khidr. Kisah ini adalah fondasi bagi pemahaman kita tentang batasan ilmu manusia dan hikmah di balik takdir Ilahi.
Ayat-ayat ini berfungsi sebagai pengingat bahwa pengetahuan manusia sangat terbatas. Musa AS, seorang nabi besar, mengakui keterbatasannya di hadapan ilmu yang dimiliki oleh Khidr. Perjalanan mereka yang menuntut kesabaran ekstrem menjadi ilustrasi sempurna bagaimana hal-hal yang tampak buruk di permukaan seringkali mengandung kebaikan yang tersembunyi, yang hanya dapat dilihat melalui perspektif Ilahi.
Ilustrasi Metaforis: Perjalanan Musa dan Khidr mencari batas ilmu.
Ayat Kunci Surat Al-Kahfi (60-70)
Kisah ini dimulai ketika Musa meminta petunjuk tentang tempat pertemuan dua lautan, di mana Allah telah menjanjikan pertemuan dengan hamba-Nya yang memiliki ilmu laduni (ilmu langsung dari Allah).
Tantangan pertama muncul setelah mereka tiba di tujuan. Rasa lapar dan lelah membuat murid Musa (Yusa bin Nun) lupa akan bekal mereka, yaitu ikan yang mereka bawa. Ikan itu hilang secara ajaib, menandakan dimulainya fase pengujian pertama.
Ketika Musa dan muridnya menyadari kehilangan ikan tersebut, mereka kembali ke tempat mereka beristirahat. Di sinilah mereka bertemu dengan Khidr, yang penjelasannya menunjukkan bahwa hilangnya ikan tersebut bukanlah kebetulan, melainkan pertanda awal dari takdir Allah.
Puncak dari rangkaian ayat ini adalah ketika Musa menyatakan kesiapannya untuk mengikuti Khidr, namun Khidr menetapkan syarat yang sangat ketat: Musa tidak boleh bertanya tentang apa pun yang dilakukan Khidr sebelum Khidr sendiri yang menjelaskannya. Ayat 66 menegaskan batasan ilmu manusia:
Pelajaran Penting: Batasan Kesabaran dan Ilmu
Kisah Musa dan Khidr mengajarkan bahwa hikmah seringkali tersembunyi di balik peristiwa yang tampak tidak adil atau keliru menurut pandangan manusia yang terbatas. Kerusakan kapal, pembunuhan seorang anak, dan perbaikan tembok yatim piatu—ketiga peristiwa tersebut menunjukkan bahwa tindakan yang terlihat salah (menurut logika Musa) ternyata adalah bentuk kasih sayang dan pemeliharaan Allah SWT untuk mencegah keburukan yang lebih besar.
Surat Al-Kahfi, khususnya ayat 60 sampai 70 ini, adalah pelajaran fundamental tentang iman. Ia menuntut kita untuk percaya penuh pada kebijaksanaan Allah, bahkan ketika jalan yang ditempuh terasa sulit atau tidak masuk akal. Kesabaran (shabr) dalam menghadapi misteri kehidupan adalah kunci untuk membuka pemahaman yang lebih dalam tentang rencana Ilahi. Jika kita menuntut penjelasan segera atas setiap kesulitan, kita akan gagal melewati ujian kesabaran sebagaimana Musa AS hampir gagal melakukannya sebelum diingatkan oleh Khidr.
Memahami ayat-ayat ini berarti menerima bahwa ada dimensi realitas yang tidak dapat dijangkau oleh akal kita semata. Kita harus meneladani semangat Musa yang haus akan ilmu, namun juga meneladani kerendahan hati untuk menerima batasan diri di hadapan ilmu Allah Yang Maha Luas. Kisah ini menggarisbawahi bahwa ilmu sejati bukan hanya tentang akumulasi informasi, tetapi juga tentang kesadaran akan keagungan dan kerahiman Sang Pencipta di setiap kejadian.