Surat Al-Kahfi adalah salah satu surat yang paling mulia dalam Al-Qur'an, sering dianjurkan untuk dibaca setiap hari Jumat. Surat ini sarat dengan pelajaran hidup, kisah-kisah peringatan, dan janji-janji kebaikan bagi mereka yang teguh memegang keimanan. Di antara ayat-ayatnya yang mendalam, terdapat **Surat Al-Kahfi ayat 10**, yang sering disebut sebagai salah satu ayat penutup yang memberikan harapan besar.
Ayat kesepuluh dari surat ini menjadi penutup dari narasi awal tentang sekelompok pemuda Ashabul Kahfi (Penghuni Gua) yang bersembunyi dari kekejaman kaum mereka demi menjaga akidah. Ayat ini mengandung doa dan harapan yang universal bagi setiap mukmin.
Terjemahan dari ayat tersebut adalah: "Ya Tuhan kami, berikanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu dan persiapkanlah bagi kami urusan kami dengan petunjuk (yang benar)."
Ayat ini merangkum esensi permohonan seorang hamba kepada Tuhannya saat menghadapi tekanan, ketakutan, atau ketidakpastian. Ayat ini mengajarkan tiga pilar penting dalam menghadapi kehidupan:
Permintaan pertama adalah rahmat. Rahmat di sini bukan hanya sekadar kasih sayang biasa, melainkan naungan Ilahi, pertolongan langsung dari Allah SWT yang menyelubungi segala aspek kehidupan mereka. Dalam konteks Ashabul Kahfi, rahmat ini adalah yang membuat mereka tertidur selama ratusan tahun tanpa gangguan, dijaga oleh tidur yang menenangkan. Bagi kita, rahmat ini adalah penjagaan dari fitnah duniawi dan cobaan yang melebihi batas kemampuan kita.
Permintaan kedua adalah "hayyi’ lanā min amrinā rashadā", yaitu memohon agar Allah mempersiapkan urusan mereka di atas petunjuk yang benar. Kata 'Rasyad' berarti petunjuk yang membawa kepada kebenaran, kematangan, dan kesuksesan sejati—baik di dunia maupun di akhirat. Ini menunjukkan bahwa seorang mukmin tidak merasa cukup hanya dengan rahmat, tetapi ia harus senantiasa memohon bimbingan agar setiap langkah dan keputusan yang diambilnya sejalan dengan ridha Allah.
Doa ini diucapkan ketika pemuda-pemuda tersebut berada di titik terendah, terpisah dari masyarakat, dan menghadapi ancaman nyata atas keyakinan mereka. Mereka tidak meminta kekuatan fisik atau harta benda, melainkan memusatkan permintaan mereka pada sumber daya spiritual: Rahmat dan Petunjuk. Ini adalah pelajaran utama bahwa di tengah badai ujian—seperti ujian agama, harta, keluarga, atau pertemanan—kembalikanlah segalanya kepada Allah dan mintalah arahan-Nya.
Meskipun konteksnya terkait dengan kisah Ashabul Kahfi, ayat ini memiliki resonansi yang kuat bagi umat Islam di era modern. Kita hidup di masa di mana fitnah datang dalam bentuk yang berbeda, seringkali melalui teknologi dan informasi yang menyesatkan. Godaan kesenangan duniawi (seperti kisah Dzul Qarnain dan pemilik kebun dalam surat yang sama) dan tekanan untuk meninggalkan prinsip agama menjadi ujian sehari-hari.
Maka, pengulangan Surat Al-Kahfi dan perenungan mendalam terhadap ayat 10 menjadi semacam tameng spiritual. Ayat ini mengingatkan kita bahwa kesuksesan sejati bukanlah kekayaan yang melimpah atau status sosial yang tinggi, melainkan ketika Allah mencurahkan rahmat-Nya dan menjadikan jalan kita lurus menuju kebenaran. Ia adalah doa penutup yang memastikan bahwa perjalanan kita, walau penuh tantangan, akan berakhir dengan hasil yang baik dan diridhai oleh Rabbul 'Alamin.
Dengan memohon rahmat dan petunjuk-Nya, kita berharap dapat meneladani ketabahan pemuda gua, dan menjadikan akhir dari segala urusan kita adalah keselamatan, bukan penyesalan.