Surat Al-Kahfi, yang berarti "Gua", adalah salah satu surat terpanjang dalam Al-Qur'an dan memiliki kedudukan istimewa, terutama karena membicarakan empat ujian besar kehidupan: Ujian Agama (Ashabul Kahfi), Ujian Kekayaan (Pemilik Dua Kebun), Ujian Ilmu (Nabi Musa dan Khidir), serta Ujian Kekuasaan (Zulkarnain).
1. Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Kitab (Al-Qur'an) dan tidak menjadikan di dalamnya kebengkokan (kekeliruan).
2. (Kitab) yang lurus, untuk memperingatkan akan siksaan yang keras dari sisi-Nya, dan untuk memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa mereka akan mendapat pahala yang baik.
3. Mereka akan kekal di dalamnya selama-lamanya.
4. Dan untuk memberikan peringatan kepada mereka yang berkata, "Allah mengambil seorang anak."
Inti dari bagian awal surat ini adalah kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua). Mereka adalah sekelompok pemuda beriman yang hidup pada masa kekuasaan raja zalim yang memaksa rakyatnya menyembah berhala. Karena imannya yang kokoh, mereka memilih hijrah dan berlindung di sebuah gua.
10. (Ingatlah) ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa, "Ya Tuhan kami, berikanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu dan siapkanlah bagi kami petunjuk dalam urusan kami ini."
11. Maka Kami tutup telinga mereka di dalam gua itu selama bertahun-tahun yang banyak.
12. Kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung lama mereka berdiam di gua tersebut.
Kisah ini mengajarkan bahwa pertolongan Allah datang dalam bentuk yang tidak terduga. Mereka tertidur ratusan tahun, sebuah keajaiban yang menegaskan bahwa memegang teguh tauhid akan mendatangkan perlindungan ilahi.
Ayat selanjutnya memaparkan perbandingan antara dua orang kaya. Yang pertama sombong dengan hartanya, menganggap hartanya abadi, dan meremehkan orang beriman (fakir). Sementara yang kedua, meskipun kaya, menyadari bahwa kekayaan adalah titipan Allah dan selalu bersyukur.
35. Dan ia masuk ke kebunnya sedang ia dalam keadaan menzalimi dirinya sendiri (karena kesombongannya), seraya berkata, "Aku tidak menyangka bahwa kebun ini akan binasa selama-lamanya.
36. Dan aku tidak menyangka kiamat itu akan datang. Dan sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan memperoleh tempat kembali yang lebih baik (daripada kebun ini)."
40. Mudah-mudahan Tuhanku akan memberikan kepadaku (sebuah) kebun yang lebih baik dari kebunmu (ini), dan Dia mengirimkan petir atas (kebun)mu, lalu (kebunmu) menjadi tanah yang licin (tandus).
Pesan utama di sini adalah bahwa kekayaan duniawi bersifat fana. Kesombongan dan pengabaian terhadap hari akhir adalah resep kehancuran, meskipun berupa kemewahan materi yang tampak kokoh.
Perjalanan Nabi Musa AS bersama hamba Allah yang saleh (Khidir) menunjukkan batas pengetahuan manusia. Musa terkejut dengan tindakan-tindakan Khidir yang tampak keliru (merusak perahu, membunuh anak, memperbaiki tembok tanpa upah), namun semua tindakan tersebut memiliki hikmah tersembunyi yang hanya diketahui Allah.
64. Musa berkata, "Itulah (tempat) yang kita cari." Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.
65. Lalu mereka mendapati seorang di antara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan Kami telah mengajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.
78. Khidir berkata, "Inilah perpisahan antara aku dan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan dari perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat bersabar terhadapnya."
Pelajarannya sangat mendalam: Jangan terburu-buru menghakimi sesuatu yang belum jelas hikmahnya, karena ilmu manusia terbatas dibandingkan dengan ilmu Ilahi.
Zulkarnain digambarkan sebagai penguasa yang berkeliling dunia, memiliki kekuatan besar, namun ia menggunakan kekuasaan tersebut untuk menegakkan kebenaran, membantu yang lemah, dan membangun penghalang besar melawan kaum perusak (Yajuj dan Majuj).
84. Sesungguhnya Kami telah memberikan kedudukan (kekuasaan) kepadanya di muka bumi, dan Kami telah memberikan jalan kepadanya (untuk mencapai) segala sesuatu.
88. Adapun orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka baginya adalah pahala yang baik, dan Kami akan memperlakukan kepadanya pekerjaan kami yang mudah.
90. Dan (ia melanjutkan perjalanannya) sehingga apabila ia sampai di antara dua gunung, ia mendapati di sebelah keduanya suatu kaum yang hampir tidak dapat memahami perkataan.
Kekuasaan yang hakiki adalah yang digunakan untuk tujuan kebaikan dan sesuai dengan petunjuk Allah.
Bagian akhir surat ini kembali menekankan realitas akhirat. Semua kisah tersebut adalah peringatan bahwa setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan. Kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sesaat.
103. Katakanlah (Muhammad), "Beritahukanlah kepada Kami, siapakah orang-orang yang paling rugi dalam perbuatannya?"
104. (Yaitu) orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya.
107. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka akan mendapat surga Firdaus sebagai tempat tinggal.
110. Katakanlah, "Aku ini hanyalah seorang manusia biasa seperti kamu, yang diberi wahyu, bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa."
Membaca dan merenungi Surat Al-Kahfi, khususnya sepuluh ayat pertama dan sepuluh ayat terakhir, diyakini dapat menjadi pelindung dari Fitnah Dajjal di akhir zaman, selain menjadi penerang spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Keindahan Al-Qur'an terletak pada kedalaman maknanya yang selalu relevan untuk setiap tantangan zaman.