Konteks Ayat 84-110: Tentang Kekuasaan dan Kerendahan Hati
Surat Al-Kahfi, yang berarti "Gua", adalah salah satu surat penting dalam Al-Qur'an yang sarat dengan pelajaran spiritual, terutama terkait ujian dunia, kekuasaan, ilmu, dan keikhlasan. Bagian akhir surat, khususnya ayat 84 hingga 110, menutup pembahasan dengan penekanan kuat pada hakikat kekuasaan sejati dan konsekuensi dari amalan duniawi.
Ayat-ayat awal bagian ini, mulai dari ayat 84, membahas kisah Zulkarnain, seorang penguasa hebat yang Allah anugerahkan kekuasaan besar. Zulkarnain digambarkan sebagai sosok yang bijaksana, yang menggunakan kekuasaannya bukan untuk kesombongan, melainkan untuk menegakkan keadilan dan membantu kaum yang lemah. Ia menolak menindas atau berbuat kerusakan. Ketika ia mencapai tempat terbit matahari dan terbenam matahari, ia melihat fenomena alam yang besar.
Pelajaran penting dari kisah Zulkarnain terletak pada responsnya ketika Allah memberinya kemampuan tersebut. Ia berkata (dalam makna terjemahan): "Adapun orang yang aniaya, maka kami akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Allah mengazabnya dengan azab yang keras. Adapun orang yang beriman dan beramal saleh, maka ia mendapat balasan pahala yang terbaik, dan kami akan memerintahkan kepadanya kemudahan dalam urusan kami." (Al-Kahfi: 87-88).
Ilmu, Kekuasaan, dan Keterbatasan Manusia
Setelah kisah Zulkarnain, pembahasan berlanjut mengenai batas ilmu manusia. Ayat 90 hingga 98 melanjutkan kisah Zulkarnain saat ia membangun tembok penghalang antara dirinya dan kaum Ya'juj dan Ma'juj. Ketika ditanya mengapa ia membangunnya, ia menjawab bahwa itu adalah rahmat dari Tuhannya, namun ia menegaskan bahwa janji Tuhannya pasti akan tiba (kiamat).
Ayat-ayat selanjutnya (Al-Kahfi: 99-100) memberikan peringatan keras kepada manusia bahwa pada hari penghakiman nanti, semua kekuatan duniawi akan sirna. Mereka yang menyekutukan Allah dan mengambil dunia sebagai tujuan utama, akan merasa sangat merugi. Kekayaan dan keturunan yang dibanggakan di dunia tidak akan berarti apa-apa di hadapan pertanggungjawaban akhirat.
Ini adalah penutup yang tegas: dunia hanya sementara, dan tujuan akhir adalah keridhaan Allah SWT.
Keutamaan dan Janji Bagi Orang Beriman
Memasuki ayat 101 hingga 110, fokus beralih kepada janji bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, sebagai kontras dari mereka yang lalai. Allah SWT mengingatkan bahwa orang-orang kafir mengira bahwa harta dan anak-anak adalah tanda kemuliaan. Namun, bagi orang beriman, kemuliaan sejati terletak pada amalan yang tulus.
Pesan penutup surat ini, khususnya ayat 110, adalah landasan utama bagi seorang mukmin:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya Aku ini hanyalah seorang manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka barangsiapa mengharap pertemuannya dengan Tuhannya, biarlah ia mengerjakan amal yang saleh dan jangan ia mempersekutukan seorang pun dalam ibadatnya kepada Tuhannya.'" (QS. Al-Kahfi: 110)
Ayat ini mengajarkan dua hal fundamental: pertama, Nabi Muhammad SAW adalah manusia biasa yang diberi wahyu, mematahkan klaim keilahian. Kedua, jalan untuk meraih kebahagiaan hakiki adalah dengan melakukan amal saleh murni tanpa dicampuri unsur kesyirikan (mempersekutukan Allah).
Kesimpulan Pembelajaran
Bagian akhir Surat Al-Kahfi (84-110) berfungsi sebagai penutup filosofis yang menyeimbangkan kisah-kisah sebelumnya (pemuda Ashabul Kahfi, pemilik kebun, Musa dan Khidir). Pesan utamanya adalah mengingatkan umat manusia tentang kefanaan dunia, pentingnya kerendahan hati dalam memimpin (seperti Zulkarnain), dan fokus utama harus selalu tertuju pada perjumpaan dengan Allah SWT melalui keikhlasan ibadah dan amal kebajikan. Dunia adalah ladang ujian, bukan tujuan akhir. Memahami ayat-ayat ini membantu seorang Muslim menjaga perspektif yang benar di tengah hiruk pikuk godaan duniawi.