Dalam perjalanan hidup, manusia sering kali dihadapkan pada ujian, kesulitan, dan cobaan yang terasa berat. Ketika beban dunia terasa mencekik, Al-Qur'an hadir sebagai sumber ketenangan dan janji kepastian Ilahi. Salah satu surat yang paling menghibur dan memberikan energi positif adalah Surat Al-Insyirah (Asy-Syarh), yang secara harfiah berarti 'Melapangkan Dada'.
Surat ini turun untuk menghibur Nabi Muhammad SAW ketika beliau tengah menghadapi tekanan berat dari kaum Quraisy. Namun, pesan universalnya berlaku bagi setiap jiwa yang membutuhkan penerangan di tengah kegelapan. Fokus kita hari ini adalah pada ayat-ayat penutup yang mengandung janji agung Allah SWT, yaitu Surat Al-Insyirah ayat 5 hingga 7.
(5) Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
(6) Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
(7) Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), maka bersungguh-sungguhlah (untuk urusan yang lain).
Perhatikan bagaimana Allah SWT mengulang janji-Nya pada ayat 5 dan 6. Frasa "Inna ma'al 'usri yusra" (Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan) diulang dua kali. Dalam retorika Al-Qur'an, pengulangan bukanlah pengulangan yang sia-sia; itu adalah penekanan yang mengandung kepastian mutlak.
Ulama tafsir menjelaskan bahwa kata 'Al-' pada 'Al-'Usri (kesulitan) merujuk pada kesulitan yang spesifik dan terdefinisikan (yaitu kesulitan yang sedang dihadapi), sementara 'Yusra' (kemudahan) bersifat umum dan tidak terikat. Artinya, setiap kesulitan yang kita hadapi, sekecil atau sebesar apa pun itu, pasti disertai oleh kemudahan yang datang dari Allah. Kemudahan ini mungkin bentuknya berbeda, bisa jadi berupa kesabaran, hikmah, jalan keluar yang tak terduga, atau bahkan sekadar pelipur lara dalam hati.
Pengulangan ini berfungsi sebagai jangkar spiritual. Ketika kita merasa terkepung oleh musibah, ayat ini mengingatkan bahwa solusi dan keringanan sudah ada, berpasangan dengan kesulitan itu sendiri. Ini menghilangkan ruang bagi keputusasaan.
Kata kunci dalam ayat ini adalah 'Ma'a' (bersama). Kemudahan itu bukan datang *setelah* kesulitan selesai, melainkan *bersama* kesulitan itu. Ini mengajarkan perspektif vital: kemudahan adalah bagian integral dari ujian itu sendiri. Seringkali, ujian adalah wadah di mana potensi sejati kita ditempa, dan kesabaran yang kita tunjukkan saat sulit itulah yang menjadi kemudahan pahala kita.
Bagi Rasulullah SAW, ketika dakwah terasa buntu dan ancaman semakin nyata, kemudahan itu terwujud dalam dukungan wahyu dan jaminan pertolongan Allah. Bagi kita hari ini, kemudahan bisa berarti kita diberikan kesehatan untuk melewati sakit, atau diberikan ketenangan batin di tengah keramaian.
Ayat ketujuh, "Fa idza faraghta fanshab" (Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), maka bersungguh-sungguhlah (untuk urusan yang lain)), adalah instruksi praktis dari Ilahi. Setelah Allah menjamin bahwa kesulitan pasti diiringi kemudahan, langkah selanjutnya adalah aksi nyata.
Frasa "selesai dari suatu urusan" dapat diartikan dalam beberapa konteks:
Intinya adalah kontinuitas perjuangan dan pengabdian. Hidup adalah rangkaian aktivitas. Ketika satu pintu tertutup (teratasi), energi yang tersisa harus segera diarahkan ke pintu berikutnya dengan semangat baru (bersungguh-sungguh/fanshab).
Surat Al-Insyirah ayat 5-7 memberikan trilogi kekuatan spiritual: **Janji, Penegasan, dan Tindakan.**
Pertama, kita dijanjikan bahwa kesulitan selalu berpasangan dengan kemudahan. Kedua, janji itu ditegaskan kembali untuk menguatkan keyakinan hati kita. Dan ketiga, kita diperintahkan untuk tidak pasif menunggu kemudahan, melainkan secara proaktif menggunakan waktu luang dan energi pasca-ujian untuk fokus pada tugas dan pengabdian berikutnya dengan segenap kesungguhan.
Memahami dan mengamalkan tiga ayat ini adalah kunci untuk hidup yang lapang dada, penuh harapan, dan selalu bergerak maju di bawah naungan rahmat Allah SWT.