Ilustrasi: Kesederhanaan dan Keunikan Konsep Tauhid
Al-Qur'an Al-Karim, kitab suci umat Islam, terdiri dari 114 surat. Setiap surat memiliki posisi dan peranannya masing-masing, baik dari segi panjang, isi, maupun kedudukannya dalam mushaf. Salah satu surat yang paling sering dibaca dan memiliki keutamaan luar biasa adalah **Surat Al-Ikhlas**. Ketika kita membahas mengenai **surat Al-Ikhlas dalam Al-Qur'an urutan ke**, jawabannya sangat spesifik dan penting untuk diketahui oleh setiap Muslim.
Surat Al-Ikhlas menempati posisi sebagai **surat ke-112** dari total 114 surat dalam susunan mushaf standar. Ia terletak di penghujung kitab suci, tepat sebelum Surat Al-Falaq (urutan ke-113) dan An-Nas (urutan ke-114). Meskipun pendek, seringkali menjadi penutup bacaan Al-Qur'an, kedudukannya tidak bisa dianggap remeh, melainkan memiliki bobot setara sepertiga Al-Qur'an, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadis shahih.
Nama "Al-Ikhlas" sendiri berarti "memurnikan" atau "ketulusan". Surat ini adalah penegasan paling murni dan ringkas mengenai konsep Tauhid—mengesakan Allah SWT. Isinya secara langsung menolak segala bentuk kesyirikan dan pemahaman yang keliru tentang hakikat Tuhan.
Qul Huwa Allahu Ahad (1)
Allahu Ash-Shamad (2)
Lam Yalid Wa Lam Yuulad (3)
Wa Lam Yakul Lahu Kufuwan Ahad (4)
Hanya empat ayat pendek, namun mengandung pondasi keimanan. Ayat pertama, "Katakanlah: 'Dialah Allah, Yang Maha Esa'," langsung menetapkan keesaan Allah. Ayat kedua, "Allahus Shamad," menjelaskan bahwa Allah adalah tempat bergantung segala sesuatu, zat yang sempurna dan tidak membutuhkan apapun. Inilah inti pemurnian tauhid yang diajarkan.
Mengetahui **surat Al-Ikhlas dalam Al-Qur'an urutan ke-112** memberikan perspektif tentang penutup kitab Allah. Para ulama seringkali menempatkan surat-surat pendek seperti Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas di akhir mushaf karena keberadaan mereka yang sering dibaca sebagai perlindungan (ruqyah) atau dalam wirid harian. Mereka menjadi benteng spiritual terakhir sebelum menutup lembaran suci.
Keutamaan surat ini ditegaskan oleh Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa membacanya setara dengan membaca sepertiga Al-Qur'an. Ini bukan berarti secara kuantitas huruf, melainkan karena substansi maknanya mencakup tiga pilar utama keimanan yang disebutkan di tempat lain dalam Al-Qur'an (seperti penciptaan langit dan bumi dalam enam hari, yang sering diinterpretasikan sebagai representasi dari aspek tauhid yang lebih luas). Al-Ikhlas memuat intisari seluruh ajaran tentang keesaan Allah.
Meskipun urutan mushaf (Utsmani) menempatkannya di urutan 112, perlu diketahui bahwa dari segi kronologi penurunan wahyu, Surat Al-Ikhlas diturunkan di Mekkah, termasuk golongan surat Makkiyah. Riwayat menyebutkan bahwa surat ini turun sebagai jawaban atas pertanyaan orang-orang musyrik (terkadang diwakili oleh kaum Quraisy atau Yahudi Madinah dalam beberapa riwayat) yang meminta Rasulullah SAW untuk menjelaskan nasab atau siapa Tuhan yang beliau sembah.
Allah SWT kemudian menurunkan surat ini sebagai jawaban definitif, menghilangkan segala keraguan dan antropomorfisme (menggambarkan Tuhan seperti makhluk). Jawaban ini sangat tegas dan definitif. Ayat "Lam Yalid Wa Lam Yuulad" (tidak beranak dan tidak pula diperanakkan) menolak klaim sebagian agama lain tentang status ketuhanan Isa Al-Masih atau Uzair. Ayat terakhir, "Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya," menyempurnakan penolakan terhadap segala bentuk perbandingan.
Jadi, ketika kita merujuk pada **surat Al-Ikhlas dalam Al-Qur'an urutan ke**, kita merujuk pada surat ke-112. Posisi ini, meskipun di akhir, menegaskan bahwa pemahaman yang murni tentang Allah (Tauhid) adalah kesimpulan dan puncak dari seluruh ajaran yang dibawa oleh Al-Qur'an. Memahami makna dan rutin membacanya, terutama saat pagi dan petang serta sebelum tidur, adalah cara efektif untuk menjaga kemurnian akidah kita di tengah tantangan zaman. Surat yang pendek ini adalah harta karun yang berfungsi sebagai penanda keikhlasan seorang hamba di hadapan Penciptanya.