Ilustrasi Konsep Keesaan
Surat Al-Ikhlas (Surat Penjernihan Tauhid) adalah salah satu surat terpendek dalam Al-Qur'an, namun memiliki kedalaman makna yang luar biasa. Surat ini terdiri dari empat ayat dan merupakan jawaban langsung atas pertanyaan kaum musyrikin Mekkah yang menanyakan tentang nasab atau sifat Tuhan yang mereka sembah. Ketika ditanyakan, "Sebutkanlah kepada kami sifat Tuhanmu itu," maka turunlah surat yang memurnikan konsep ketuhanan, yakni Surat Al-Ikhlas.
Fokus utama dari surat ini adalah penegasan terhadap Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah. Untuk memahami keutamaan surat ini, kita harus memulai dengan ayat pertamanya.
Ayat pertama ini, "Qul Huwa Allahu Ahad," adalah pondasi seluruh ajaran Islam. Kata kunci di sini adalah "Ahad" (أَحَدٌ). Dalam bahasa Arab, terdapat perbedaan halus namun signifikan antara "Wahid" (واحد) dan "Ahad" (أحد).
"Wahid" seringkali digunakan untuk menunjukkan keesaan dalam bilangan, seperti satu dari banyak. Sementara itu, "Ahad" yang digunakan untuk Allah SWT dalam konteks ini menunjukkan keesaan mutlak, tunggal, tidak terbagi, dan tidak ada duanya. Allah adalah Al-Ahad, Yang satu-satunya yang layak disembah, satu-satunya pencipta, dan satu-satunya pengatur alam semesta.
Perintah "Qul" (Katakanlah) menunjukkan bahwa ini adalah wahyu yang diucapkan Nabi Muhammad SAW sebagai pembelaan diri dari keraguan orang-orang musyrik. Ini menegaskan bahwa konsep ketuhanan yang dibawa Nabi adalah konsep yang tegas dan jernih, bukan ajaran yang samar-samar. Allah bukan hanya satu di antara yang banyak, tetapi Dialah keesaan yang hakiki.
Ayat pertama ini berfungsi sebagai filter terhadap segala bentuk kesyirikan. Ketika seseorang mengakui bahwa Allah itu "Ahad," maka segala bentuk penyekutuan otomatis gugur. Tidak ada yang menyamai-Nya, tidak ada yang sebanding dengan-Nya, dan tidak ada yang berhak menerima ibadah selain Dia.
Keutamaan ayat ini diperkuat oleh banyak hadis. Salah satu riwayat menyebutkan bahwa membaca surat Al-Ikhlas setara dengan membaca sepertiga Al-Qur'an. Meskipun ada beberapa interpretasi mengenai mengapa perbandingan ini muncul, mayoritas ulama sepakat bahwa kesetaraan tersebut merujuk pada fokus utama surat ini, yaitu penegasan Tauhid. Sepertiga Al-Qur'an membahas Aqidah (Tauhid), sepertiga membahas janji dan ancaman (Wa'd dan Wa'id), dan sepertiga membahas hukum dan syariat. Al-Ikhlas sepenuhnya terfokus pada inti aqidah.
Mempelajari dan merenungkan surat Al-Ikhlas ayat pertama adalah langkah awal dalam memurnikan iman. Ayat ini mengajarkan kita untuk tidak mendefinisikan Tuhan berdasarkan pemikiran atau persepsi manusia yang terbatas, melainkan menerima definisi-Nya sebagaimana yang Dia perkenalkan pada diri-Nya sendiri—sebagai Yang Maha Esa dan Tunggal.
Konteks turunnya surat ini juga memberikan pelajaran penting mengenai kejujuran dalam berdakwah. Nabi Muhammad SAW tidak menciptakan konsep Tuhannya sendiri; beliau hanya menyampaikan risalah yang diwahyukan kepadanya. Dalam menghadapi politeisme yang mengakar kuat di kalangan masyarakat Arab pada masa itu, jawaban yang paling kuat adalah penegasan mutlak tentang keunikan dan kemuliaan Allah SWT.
Secara spiritual, mengulang-ulang ayat ini dalam shalat atau wirid harian akan memperkuat keyakinan internal seorang Muslim. Hal ini menjauhkan hati dari sifat riya' (pamer) karena ibadah yang benar hanya ditujukan kepada Dzat yang Maha Esa, Al-Ahad, yang tidak memerlukan pujian dari makhluk-Nya. Memahami bahwa Allah adalah Al-Ahad memberikan ketenangan karena kita bersandar pada satu-satunya kekuatan yang absolut dan kekal.
Kesimpulannya, surat Al-Ikhlas ayat pertama adalah deklarasi fundamental keimanan Islam. Ia membebaskan pikiran dari kerumitan politeistik dan memfokuskan seluruh penyembahan hanya kepada Allah, Sang Esa yang tidak terbagi, yang menjadi inti dari ajaran seluruh nabi dan rasul.