Ilustrasi konsep perlindungan dan hikmah.
Kisah Ashabul Kahfi, para pemuda Ashabul Kahfi yang tertidur di gua selama ratusan tahun, adalah salah satu narasi paling memukau dalam Al-Qur'an. Kisah ini disajikan dalam Surah Al-Kahf (Gua) untuk memberikan pelajaran tentang keimanan, keteguhan hati, dan kekuasaan Allah SWT dalam menjaga mereka yang berpegang teguh pada Tauhid. Salah satu momen krusial dalam kisah ini adalah ketika mereka bertemu dengan seorang hamba saleh yang kemudian menemani dan memberi mereka bekal.
Ayat ke-77 dari Surah Al-Kahf menyoroti jawaban atau reaksi dari hamba saleh tersebut ketika pemuda-pemuda Ashabul Kahfi memintanya untuk memberikan makanan halal dan meminta petunjuk bagaimana cara memperlakukan mereka di kota.
Meskipun ayat 77 ini secara kontekstual membahas bagaimana masyarakat yang menemukan kisah mereka (bukan pemuda itu sendiri) bereaksi, ayat ini mengandung beberapa hikmah mendalam. Setelah Allah membangunkan para pemuda, kesaksian mereka yang luar biasa ini menjadi bukti nyata (mukjizat) bagi kaum yang hidup di masa itu.
Poin utama yang ditekankan ayat ini adalah bahwa peristiwa Ashabul Kahfi menjadi validasi nyata bahwa janji Allah (tentang kebangkitan dan Hari Kiamat) adalah hak (benar). Ketika orang-orang melihat fenomena di mana sekelompok orang tertidur ratusan tahun kemudian hidup kembali, keraguan terhadap Hari Kebangkitan secara alamiah terkikis. Ini menunjukkan bahwa Allah mampu melakukan apa pun yang telah Dia janjikan.
Ayat ini menunjukkan dua reaksi kontras dalam menghadapi sebuah kebenaran yang dahsyat:
Keputusan untuk membangun masjid di atas gua mereka mengindikasikan bagaimana umat manusia cenderung meromantisasi peristiwa suci. Para pemuda itu lari untuk menyelamatkan akidah mereka, namun ketika kisah mereka terungkap, orang lain berusaha 'mengabadikan' momen tersebut secara fisik. Kisah Al-Kahfi mengajarkan bahwa yang terpenting bukanlah monumen yang didirikan, melainkan keikhlasan iman yang mereka bawa saat bersembunyi.
Dalam konteks kehidupan modern yang penuh dengan informasi dan godaan, Surah Al-Kahf, termasuk ayat 77, terus mengingatkan kita akan empat fitnah besar: harta, usia (kekuatan), ilmu, dan kekuasaan. Perjuangan Ashabul Kahfi adalah tentang memilih iman di atas kenyamanan duniawi. Mereka memilih meninggalkan kemewahan dan kekuasaan demi mempertahankan keyakinan murni mereka kepada Allah.
Ketika kita menghadapi keraguan (fitnah dunia), ayat 77 ini mengingatkan bahwa bukti-bukti kekuasaan Allah tersebar di sekitar kita—baik melalui fenomena alam, peristiwa sejarah yang terungkap, maupun janji-janji-Nya yang pasti terwujud di akhirat. Sikap terbaik adalah mengakui kebenaran Ilahi dan tidak mudah tergelincir dalam perselisihan atau upaya menjadikan simbol keagamaan sebagai objek kultus yang menjauhkan dari esensi ibadah yang murni.
Kisah ini memberikan ketenangan bagi mereka yang merasa terasing karena mempertahankan prinsip kebenaran, meyakinkan bahwa pertolongan Allah pasti datang, dan bahwa setiap peristiwa yang tampak mustahil bagi manusia adalah mungkin bagi Sang Pencipta.