وَمَا خَلَقَ الذَّكَرَ وَالْأُنثَىٰ
"Dan demi (penciptaan) jenis laki-laki dan jenis perempuan,"
Surah Al-Lail (Malam) dibuka dengan serangkaian sumpah Allah SWT. Sumpah-sumpah ini berfungsi untuk menegaskan kebenaran pesan yang akan disampaikan setelahnya, yaitu tentang perbedaan usaha manusia dan konsekuensinya di akhirat. Ayat 1 dan 2 bersumpah dengan malam yang menyelimuti dan siang yang terang benderang. Kemudian, memasuki Surah Al-Lail ayat 3, Allah SWT bersumpah dengan ciptaan-Nya yang fundamental: jenis laki-laki dan jenis perempuan.
Sumpah ini bukan sekadar pengakuan eksistensi dua jenis kelamin, tetapi penekanan mendalam bahwa penciptaan perbedaan ini adalah bagian dari tatanan kosmik yang diatur oleh Yang Maha Kuasa. Mengapa Allah bersumpah dengan hal ini? Dalam konteks ayat-ayat selanjutnya, Allah ingin menunjukkan bahwa perbedaan peran, fisik, dan bahkan kecenderungan sifat antara laki-laki dan perempuan—meskipun berbeda—semuanya berada di bawah satu tujuan penciptaan yang sama, yaitu penghambaan diri kepada-Nya.
Ayat ini menegaskan bahwa perbedaan gender adalah sebuah bukti kekuasaan dan hikmah ilahi. Dalam pandangan Islam, laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang setara di sisi Allah dari sudut pandang nilai spiritual dan pahala, meskipun memiliki perbedaan tanggung jawab dan peran dalam masyarakat dan keluarga yang ditetapkan sesuai dengan kodrat biologis masing-masing.
Dengan mengaitkan sumpah ini setelah sumpah tentang siang dan malam, Al-Qur'an menyiratkan bahwa pergantian terang dan gelap adalah siklus yang pasti, sebagaimana pula adanya keberagaman gender—semuanya merupakan ciptaan yang terencana. Tidak ada satu pun ciptaan yang luput dari pengetahuan dan kehendak-Nya. Ini sekaligus menjadi bantahan terhadap pandangan kuno yang mungkin merendahkan salah satu jenis kelamin. Semua adalah ciptaan Allah yang berharga.
Mengapa sumpah ini penting? Ayat 4 (yang merupakan kelanjutan logisnya) menjelaskan tujuan dari sumpah-sumpah sebelumnya: "Sesungguhnya usaha kamu itu sungguh berbeda-beda."
Perbedaan usaha (amal dan jalan hidup) itulah yang menjadi fokus utama Surah Al-Lail. Baik laki-laki maupun perempuan, meskipun diciptakan berbeda, akan dinilai berdasarkan ketakwaan dan amal mereka. Seseorang yang beramal saleh, terlepas dari gendernya, akan mendapatkan ganjaran, sementara yang kufur dan kikir akan menerima akibatnya.
Oleh karena itu, Surah Al-Lail ayat 3 berfungsi sebagai fondasi pengakuan bahwa segala bentuk keragaman dan perbedaan yang ada di alam semesta, termasuk perbedaan gender manusia, adalah manifestasi dari kehendak Allah yang sempurna. Keberagaman ini tidak dimaksudkan untuk menciptakan hirarki nilai intrinsik, melainkan untuk menunjukkan kekuasaan-Nya yang mampu menciptakan pasangan dan keseimbangan. Keberagaman ini juga menjadi medan ujian (fitnah) bagi manusia untuk memilih jalan ketaatan atau pembangkangan.
Bagi seorang Muslim, perenungan terhadap ayat ini menumbuhkan rasa syukur. Kita bersyukur karena Allah menciptakan kita dalam bentuk yang berbeda (laki-laki atau perempuan), yang masing-masing memiliki potensi dan tanggung jawab unik. Kesadaran ini mendorong individu untuk menjalankan peran yang dipercayakan kepadanya dengan sebaik-baiknya, karena segala upaya, baik yang dilakukan oleh ayah, ibu, saudara laki-laki, maupun saudara perempuan, sedang dicatat dan akan diperhitungkan di hadapan Dzat yang bersumpah atas keberadaan mereka. Ini adalah pengingat bahwa nilai sejati manusia terletak pada kualitas spiritualnya, bukan pada label atau perbedaan fisik semata.