Surah Al-Kahfi (gua) adalah salah satu surah yang sarat dengan pelajaran moral dan spiritual. Khususnya pada rentang ayat 35 hingga 45, Allah SWT menyajikan perumpamaan mendalam melalui kisah seorang pemilik kebun yang sombong. Kisah ini berfungsi sebagai peringatan keras mengenai sifat sementara dari kekayaan materi dan keindahan duniawi. Ayat-ayat ini menekankan bahwa segala kenikmatan duniawi hanyalah fatamorgana jika tidak diiringi dengan kesadaran akan keabadian akhirat.
Ayat-ayat ini dimulai ketika salah seorang dari dua orang yang diceritakan (yang satu beriman dan yang satunya kafir) memasuki kebunnya dengan penuh rasa takjub dan kesombongan. Ia berkata kepada temannya yang beriman:
Kesombongan itu tampak jelas. Ia tidak mengaitkan keberhasilan kebunnya dengan karunia Allah, melainkan merasa bahwa kekayaan tersebut adalah hasil mutlak dari kemampuannya. Ia bahkan meragukan konsep kebangkitan dan hari perhitungan, sebagaimana dilanjutkan dalam ayat berikutnya:
Teman yang beriman kemudian memberikan nasihat bijak. Nasihat ini merupakan inti ajaran tauhid yang menentang kesombongan duniawi. Ia mengingatkan saudaranya untuk mengakui kebesaran Allah, Sang Pencipta segalanya, termasuk kebun yang kini dibanggakan.
Respons teman yang beriman menunjukkan prinsip utama dalam Islam: bahwa semua kenikmatan adalah pinjaman dan harus disyukuri dengan mengingat Pemberi nikmat. Ia menasihati agar kerugian duniawi tidak dianggap sebagai kehilangan hakiki jika keimanan kepada Allah teguh.
Perbandingan antara penciptaan manusia dari debu (tanah) dan air mani menunjukkan betapa kecil dan fana-nya manusia di hadapan Sang Pencipta. Kesombongan atas harta benda menjadi tidak relevan jika manusia melupakan asal-usul penciptaannya.
Nasihat ini rupanya tidak diindahkan. Akhirnya, Allah mendatangkan azab-Nya. Kebun yang dibanggakan itu tiba-tiba hancur lebur, seolah-olah tidak pernah ada.
Ayat 39-41 menjelaskan reaksi pemilik kebun saat azab datang. Ia menyesal setengah mati, menyadari kesalahannya karena telah menyekutukan Allah dan mengingkari janji hari kebangkitan. Kerugian yang ditimpanya bukan hanya hilangnya harta, tetapi hilangnya kesempatan untuk beriman.
Pelajaran kunci dari ayat 39 adalah pentingnya mengucapkan "Maa Syaa Allah, Laa Quwwata Illa Billah" saat melihat kenikmatan. Ungkapan ini adalah bentuk pengakuan bahwa segala sesuatu yang baik adalah atas kehendak dan izin Allah semata, sehingga menahan kesombongan dan menumbuhkan rasa syukur.
Ayat 40 hingga 45 mengakhiri perumpamaan ini dengan penekanan bahwa kenikmatan dunia akan sirna, sementara pahala dari ketaatan kepada Allah di akhirat jauh lebih baik dan kekal. Pemilik kebun yang kufur hanya memiliki penyesalan. Ia berharap dapat kembali ke dunia hanya untuk memperbaiki kesalahannya dan beriman kepada Tuhannya.
Ayat-ayat surah al kahfi ayat 35 45 mengajarkan kita untuk senantiasa rendah hati, tidak terperdaya oleh harta, dan selalu mengaitkan setiap nikmat dengan syukur kepada Allah SWT. Dunia ini hanya tempat persinggahan, dan investasi terbaik adalah amal sholeh yang akan menjadi bekal kekal di sisi-Nya.