Ilustrasi Cahaya dan Pemikiran Sebuah representasi visual tentang cahaya pencerahan dan refleksi ide yang tenang. Hikmah

Merenungi Surah Al-Kahfi Ayat 23: Batasan Pengetahuan Manusia

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَا۟ىۡءٍ إِنِّى فَاعِلٌۭ ذَٰلِكَ غَدًا
"Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: 'Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi',"

Konteks dan Penjelasan Ayat

Surah Al-Kahfi adalah salah satu surah terpenting dalam Al-Qur'an, sering kali dibaca pada hari Jumat karena mengandung kisah-kisah penuh pelajaran, termasuk kisah Ashabul Kahfi (pemuda Ashabul Kahfi). Ayat 23 dari surah ini, yang menjadi fokus kita, memberikan peringatan keras dan mendalam mengenai sifat kerendahan hati seorang mukmin di hadapan kehendak Allah SWT.

Ayat ini secara spesifik melarang kita untuk bersikap terlalu yakin dan mutlak dalam merencanakan masa depan. Frasa "Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi" (إِنِّى فَاعِلٌۭ ذَٰلِكَ غَدًا) mencerminkan kesombongan tersembunyi—keyakinan bahwa keberadaan kita besok, dan kemampuan kita untuk melaksanakan rencana, sepenuhnya berada dalam kendali kita. Padahal, hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui apa yang akan terjadi esok hari.

Pelajaran Inti: Tawadhu' dan Istisna'

Pelajaran utama yang terkandung dalam surah al kahfi ayat 23 adalah pentingnya menanamkan sikap tawadhu' (rendah hati) dan mengakui keterbatasan ilmu serta kuasa manusia. Dalam tafsir, ayat ini sering dipasangkan dengan ayat berikutnya (Ayat 24) yang memberikan solusinya: kecuali jika ditambahkan dengan ucapan, "insya Allah" (jika Allah menghendaki).

Pengucapan "insya Allah" bukan sekadar formalitas lisan. Ini adalah bentuk penyerahan diri total kepada Qudratullah (Kekuasaan Allah). Ketika seseorang berencana melakukan sesuatu, ia harus menyadari bahwa segala rencana, bahkan yang paling kecil sekalipun, bergantung pada izin dan izin-Nya. Jika rencana itu gagal, seorang mukmin tidak akan terkejut atau kecewa secara berlebihan karena ia sudah menetapkan bahwa hasil akhir berada di tangan Allah.

Mengapa Larangan Ini Begitu Tegas?

Larangan ini ditujukan untuk melawan penyakit hati yang disebut Ujub (merasa kagum terhadap diri sendiri) dan optimisme yang berlebihan tanpa disertai kerendahan hati. Sejarah dipenuhi dengan kisah orang-orang besar, bangsa-bangsa kuat, dan perencana ulung yang jatuh karena lupa bahwa kekuatan mereka hanya bersifat sementara dan pinjaman.

Dalam kehidupan modern, di mana perencanaan strategis dan target jangka panjang menjadi hal wajib, ayat ini menjadi pengingat konstan. Kita didorong untuk merencanakan dengan secerdas mungkin, namun menyerahkan hasilnya kepada Sang Pencipta. Kejelasan dalam surah al kahfi ayat 23 membantu memurnikan niat; rencana kita adalah usaha terbaik kita, namun keberhasilan adalah karunia-Nya.

Implikasi Spiritual dan Praktis

Secara spiritual, mengamalkan ajaran ayat ini menenangkan jiwa. Kecemasan tentang masa depan seringkali muncul dari rasa memiliki kendali yang semu. Dengan berserah diri melalui "insya Allah," kita melepaskan beban kekhawatiran yang tidak perlu. Ini adalah bentuk ibadah tersirat.

Secara praktis, ini memengaruhi bagaimana kita membuat janji, menyelesaikan proyek, dan bahkan berbicara tentang masa depan keluarga kita. Seorang Muslim sejati tidak pernah menjamin suatu peristiwa akan terjadi tanpa mengaitkannya dengan kehendak Ilahi. Hal ini menunjukkan bahwa seorang mukmin hidup dalam kesadaran konstan akan Transendensi Allah, bahwa segala sesuatu di alam semesta tunduk pada hukum-Nya yang tidak dapat diganggu gugat.

Peran Surah Al-Kahfi dalam Kehidupan

Surah Al-Kahfi, secara keseluruhan, memberikan empat pencerahan utama: iman melawan fitnah agama (Kisah Ashabul Kahfi), kesabaran melawan fitnah kekayaan (Kisah Pemilik Dua Kebun), bahaya ilmu tanpa adab (Kisah Musa dan Khidr), serta peringatan keras melawan kesombongan dan keterikatan duniawi (seperti yang ditekankan dalam ayat 23).

Oleh karena itu, perenungan terhadap surah al kahfi ayat 23 membuka pintu menuju kesadaran bahwa kita adalah hamba yang bergantung sepenuhnya. Setiap napas yang kita ambil adalah anugerah yang berkelanjutan. Dengan mengucapkan "insya Allah," kita tidak hanya memenuhi sunnah Nabi, tetapi juga membangun benteng spiritual melawan kesombongan dan kepastian palsu duniawi, menjadikan langkah kita di bumi selalu berpijak pada kerendahan hati dan ketundukan pada Sang Maha Kuasa.

🏠 Homepage