لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Terjemahan: "Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku."
Surah Al-Kafirun (Orang-orang Kafir) adalah salah satu surah terpendek namun memiliki kandungan tauhid dan prinsip akidah yang sangat mendasar dalam Islam. Surah ini turun sebagai respons tegas terhadap ajakan kaum Quraisy Mekkah yang menawarkan kompromi: mereka akan menyembah Tuhan Nabi Muhammad SAW selama satu tahun, dan bergantian, Nabi dan umat Islam menyembah berhala mereka selama tahun berikutnya. Ayat demi ayat dalam surah ini menolak tawaran kompromi tersebut dengan penolakan yang jelas dan tegas.
Ayat keenam, "Lakum diinukum waliya diin" (Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku), adalah penutup yang menjadi puncak dari penegasan akidah. Ayat ini sering kali disalahpahami dalam konteks modern. Namun, dalam konteks historis dan teologisnya, ayat ini menegaskan pemisahan yang mutlak antara keimanan (tauhid) dan kekufuran (syirik). Ini bukan tentang toleransi dalam praktik ibadah pribadi yang tidak melanggar norma umum, melainkan tentang ketegasan dalam pondasi keimanan.
Pesan utama dari ayat ini adalah bahwa urusan akidah—yaitu keyakinan fundamental tentang siapa Tuhan yang layak disembah—tidak dapat dinegosiasikan atau dikompromikan. Islam mengajarkan bahwa ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah SWT semata. Ketika seseorang memilih Islam, ia memilih jalan hidup yang sepenuhnya berbeda dari mereka yang menyekutukan Allah. Oleh karena itu, tidak mungkin ada titik temu antara tauhid dan syirik dalam ranah peribadatan.
Ayat ini membebaskan Muslim dari kewajiban untuk mencampuradukkan praktik ibadah mereka dengan kaum musyrikin. Ia menegaskan prinsip al-bara' (pemisahan diri) dari kekafiran dalam hal keyakinan, meskipun tetap harus bersikap baik dan adil dalam muamalah (interaksi sosial) dengan mereka yang berbeda keyakinan, selama mereka tidak memerangi umat Islam. Prinsip ini menjadi landasan bagi kemandirian spiritual umat Islam.
Dalam masyarakat majemuk, ayat ini sering menjadi perbincangan mengenai batasan toleransi. Penting untuk membedakan antara toleransi sosial dan kompromi akidah.
Ayat ini mengajarkan bahwa integritas keyakinan harus dipertahankan di atas segalanya. Ia adalah deklarasi kemerdekaan spiritual, menegaskan bahwa jalan hidup yang dipilih seorang mukmin adalah jalan yang murni dan tidak tercemar oleh sinkretisme atau upaya penyesuaian yang mengorbankan inti ajaran Islam. Surah Al-Kafirun, ditutup dengan ayat ini, menjadi pengingat abadi bahwa keimanan adalah pilihan eksklusif yang harus dipegang teguh tanpa keraguan sedikit pun.