Surah Al-Ikhlas, surat ke-112 dalam Al-Qur'an, adalah salah satu bab yang paling sering dibaca dan memiliki kedudukan yang sangat mulia. Ia dikenal sebagai penjelas tunggal (tauhid) Allah SWT, sebuah esensi keyakinan yang padat dalam empat ayat singkat namun penuh makna. Pemahaman mengenai surah al ikhlas diwahyukan oleh siapa dan dalam konteks apa menjadi penting untuk mengapresiasi kedalaman pesan yang dibawanya.
Wahyu ini diturunkan oleh Allah SWT melalui perantara Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Kisah pewahyuan Surah Al-Ikhlas berakar pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh kaum musyrikin Mekah kepada Rasulullah SAW mengenai hakikat Tuhan yang beliau dakwahkan. Mereka penasaran, ingin mengetahui silsilah atau deskripsi jelas tentang Dzat yang disembah oleh Nabi Muhammad.
Latar Belakang Pewahyuan: Pertanyaan Kaum Musyrikin
Dikisahkan bahwa para pemimpin Quraisy, yang merasa terganggu dengan dakwah tauhid Nabi Muhammad, mendatangi beliau dan mengajukan pertanyaan provokatif. Mereka berkata, "Wahai Muhammad, jelaskan kepada kami tentang Tuhanmu! Apakah Dia terbuat dari emas atau perak? Siapa orang tua-Nya? Dan dari mana asal-Nya?" Pertanyaan-pertanyaan ini mencerminkan pemahaman politeistik mereka yang sering mengasosiasikan dewa-dewa mereka dengan materi atau keturunan tertentu.
Menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang didasari oleh kesyirikan dan pemahaman materialistis tersebut, Allah SWT menurunkan wahyu yang menjadi jawaban definitif dan pemurnian konsep ketuhanan, yaitu Surah Al-Ikhlas. Surah ini menjadi bantahan langsung terhadap segala bentuk pengasosiasian makhluk dengan Sang Pencipta.
Isi Pokok Surah Al-Ikhlas
Setelah mengetahui bahwa surah al ikhlas diwahyukan oleh Allah SWT sebagai respons atas keraguan, kita dapat meresapi isinya:
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1)
اللَّهُ الصَّمَدُ (2)
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3)
وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa (1). Allah tempat bergantung segala sesuatu (2). Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan (3). Dan tiada seorang pun yang setara dengan Dia (4)."
Ayat pertama menegaskan keesaan (Ahad). Ayat kedua menjelaskan bahwa Dia adalah As-Shomad, yang berarti Zat tempat bergantung dan tempat memohon segala kebutuhan, tempat seluruh alam bergantung tanpa Dia bergantung pada siapapun. Ayat ketiga menafikan segala bentuk perbandingan dengan ciptaan, yaitu meniadakan kelahiran dan diperanakkan, yang merupakan sifat makhluk.
Ayat keempat menutup dengan penegasan bahwa tidak ada satupun makhluk yang dapat menyamai keagungan-Nya. Surah ini secara efektif membersihkan pemahaman tentang Tuhan dari segala kotoran pemikiran antropomorfis (menganggap Tuhan seperti manusia) atau politeistik.
Kedudukan Surah Al-Ikhlas
Keutamaan surah ini sangat besar. Dalam berbagai hadis shahih, disebutkan bahwa Surah Al-Ikhlas setara dengan sepertiga Al-Qur'an. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Surah Al-Ikhlas sebanding dengan sepertiga Al-Qur'an."
Ini menunjukkan bahwa inti ajaran Al-Qur'an, yaitu penegasan tauhid, terkandung secara padat dalam surat ini. Membaca, memahami, dan mengamalkan maknanya adalah bentuk ibadah yang sangat dicintai Allah SWT. Bahkan, ada riwayat yang menyatakan bahwa kecintaan seorang hamba kepada Surah Al-Ikhlas menjadi sebab dimasukkannya ia ke dalam surga, karena kecintaan itu menunjukkan kemurnian imannya terhadap keesaan Allah.
Oleh karena itu, ketika kita merenungkan surah al ikhlas diwahyukan oleh Allah SWT sebagai respons terhadap pertanyaan kaum musyrik, kita memahami bahwa itu adalah hadiah agung yang memancarkan cahaya kebenaran tauhid murni, memisahkan antara konsep Ilahi yang sejati dengan khayalan dan penyimpangan pemahaman manusiawi.
Memahami konteks pewahyuan ini membantu seorang Muslim untuk tidak hanya melafalkan ayat-ayatnya, tetapi juga menghayati dan menjadikan keesaan Allah sebagai landasan utama dalam setiap aspek kehidupannya, menjadikannya sebagai benteng akidah yang tak tergoyahkan melawan segala bentuk kesyirikan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi dalam pemikiran.