Ketika kita membaca mushaf Al-Qur'an, susunan surah memiliki keteraturan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW berdasarkan wahyu. Surah Al Fil (Surah ke-105), yang menceritakan peristiwa luar biasa tentang pasukan gajah yang dihancurkan oleh Allah SWT saat mencoba meruntuhkan Ka'bah, menempati posisi yang mulia. Namun, apa yang datang sesudah Surah Al Fil?
Secara berurutan, setelah berakhirnya Surah Al Fil, pembaca akan langsung disambut oleh Surah Al Quraisy (Surah ke-106). Surah ini relatif pendek, hanya terdiri dari empat ayat, namun memiliki kedalaman makna yang sangat relevan bagi kaum Quraisy—suku Nabi Muhammad SAW dan penjaga Ka'bah.
Surah Al Quraisy dimulai dengan penegasan akan kebiasaan perjalanan dagang suku Quraisy: "Karena kebiasaan orang-orang Quraisy," (Ayat 1). Perjalanan ini—dua kali dalam setahun, menuju Yaman di musim dingin dan Syam di musim panas—adalah sumber utama kemakmuran dan prestise mereka. Mereka merasa aman dan kaya karena jaringan dagang yang mereka miliki.
Namun, Allah SWT mengingatkan mereka bahwa kemakmuran ini bukanlah hasil semata-mata strategi dagang mereka, melainkan anugerah langsung dari Allah. Ayat kedua dan ketiga memperkuat hal ini: "kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah (Ka’bah) ini," (Ayat 2-3).
Tujuan dari kemudahan perjalanan dan keuntungan dagang tersebut adalah agar mereka menyadari siapa pemberi rezeki sebenarnya, yaitu Tuhan yang melindungi rumah-Nya (Ka'bah). Kontras dengan Surah Al Fil, yang menunjukkan bagaimana Allah menghancurkan musuh yang mengancam Ka'bah, Surah Quraisy menunjukkan bagaimana Allah memelihara kaum Quraisy melalui keamanan dan kemakmuran yang menyertai Ka'bah.
Keterkaitan antara Surah Al Fil dan Surah Al Quraisy sangat erat, hingga sebagian ulama memasukkannya sebagai satu kesatuan (meskipun secara resmi terpisah dalam mushaf). Al Fil berbicara tentang ancaman fisik terhadap Ka'bah dan penyelamatan ajaib oleh Allah. Sementara itu, Al Quraisy berbicara tentang manfaat spiritual dan material yang diterima oleh kaum Quraisy berkat keberadaan Ka'bah yang aman.
Jika Allah dapat menghancurkan pasukan besar demi melindungi tempat suci-Nya, maka Dia juga mampu menjamin kelancaran urusan ekonomi kaum yang terikat dengan tempat suci tersebut. Surah Quraisy berfungsi sebagai pengingat syukur atas nikmat keamanan yang mendasari kemakmuran ekonomi mereka. Tanpa keamanan yang diberikan dalam peristiwa Al Fil, perjalanan dagang mereka tidak akan mungkin berlangsung.
Oleh karena itu, ketika kita selesai membaca Surah Al Fil, kita diingatkan pada kekuatan penjagaan Ilahi, dan segera setelah itu, Surah Al Quraisy mengajak kita untuk bersyukur atas nikmat kemakmuran yang bersumber dari penjagaan tersebut. Ini adalah pelajaran tauhid yang sangat sistematis dalam susunan mushaf.
Surah ini menekankan prinsip dasar dalam Islam: segala bentuk kemudahan, baik itu keamanan perjalanan, kesuksesan bisnis, maupun kenyamanan hidup, harus kembali dihubungkan kepada Allah SWT. Ayat terakhir Surah Quraisy menegaskan: "Tuhan yang telah memberi mereka makan dari kelaparan dan mengamankan mereka dari ketakutan." (Ayat 4).
Dua kebutuhan dasar manusia—pangan (rezeki) dan keamanan (ketenangan)—disebutkan secara eksplisit sebagai karunia Allah. Bagi seorang Muslim, kesadaran ini seharusnya mendorong ketaatan dan ibadah yang tulus, bukan kesombongan atau melupakan asal-usul kemakmuran. Surah ini mengajarkan bahwa ibadah seharusnya merupakan respons alami terhadap setiap nikmat yang dirasakan, terutama kenikmatan yang didapatkan dari posisi strategis dan keamanan yang Allah berikan kepada kaum Quraisy di sekitar Baitullah.
Kesimpulannya, setelah Surah Al Fil yang mengajarkan tentang pertahanan ilahi, Surah Al Quraisy menutup babak tersebut dengan ajakan untuk bersyukur atas pemeliharaan dan kemudahan hidup yang mengikuti keamanan tersebut, mengingatkan kita semua bahwa kunci keberlangsungan adalah ketaatan kepada Rabb Pemilik Ka'bah.