Surat Al-Lahab, yang juga dikenal sebagai surat Al-Masad, menempati posisi unik dalam Al-Qur'an. Sebagai surat pendek yang terletak di Juz 'Amma, surat ini mengandung ancaman keras yang ditujukan langsung kepada salah satu musuh bebuyutan Islam di masa awal kenabian. Untuk memahami kedalaman dan konteks ayat-ayatnya, kita perlu menelusuri sebab turunnya surat Al-Lahab.
Latar Belakang Sejarah dan Permusuhan
Penurunan surat ini erat kaitannya dengan fase awal dakwah Nabi Muhammad SAW di Mekkah. Ketika Islam mulai menyebar, ia mendapat tantangan besar, terutama dari kaum Quraisy yang sangat mempertahankan tradisi politeisme mereka demi kepentingan ekonomi dan sosial. Di antara para penentang paling gigih dan paling vokal adalah Abu Lahab.
Abu Lahab adalah paman kandung Rasulullah SAW. Ironisnya, meskipun memiliki hubungan darah, ia justru menjadi salah satu orang yang paling bersemangat dalam menolak dan menyakiti keponakannya. Permusuhan ini bukan hanya masalah keyakinan, tetapi juga masalah gengsi suku dan kekuasaan.
Peristiwa Pemicu Turunnya Ayat
Penyebab spesifik turunnya Surat Al-Lahab berakar dari serangkaian tindakan nyata dan ucapan kebencian dari Abu Lahab. Setelah Nabi Muhammad SAW mulai berdakwah secara terang-terangan, khususnya setelah perintah Allah untuk berdakwah secara terbuka (seperti yang termaktub dalam QS. Al-Hijr: 94), respon dari para pemimpin Quraisy semakin keras.
Diriwayatkan bahwa ketika Nabi SAW naik ke bukit Safa dan menyeru kaum Quraisy untuk meninggalkan berhala dan mengikuti tauhid, Abu Lahab adalah orang pertama yang bereaksi dengan kemarahan ekstrem. Ia bangkit dan meneriakkan kata-kata yang menghina dan mengancam Nabi SAW.
Menurut beberapa riwayat, Abu Lahab secara eksplisit mengatakan kepada Nabi SAW, "Celakalah engkau, Muhammad! Hanya untuk inikah engkau mengumpulkan kami?"
Konteks dalam Ayat
Ayat pertama surat ini langsung menanggapi ucapan dan nasib Abu Lahab: "Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan binasalah ia." (QS. Al-Lahab: 1). Kata 'Lahab' sendiri berarti kobaran api, yang secara harfiah merujuk pada nama julukannya, sekaligus sebagai pertanda ancaman hukuman Allah yang membara baginya.
Surat ini juga secara spesifik menargetkan istrinya, Ummu Jamil, yang dikenal karena turut aktif menyakiti Nabi SAW. Ia sering membawa duri dan menyebarkannya di jalan yang biasa dilalui Nabi untuk menyakiti beliau. Allah mengabadikan perannya dalam ayat: "Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar duri)." (QS. Al-Lahab: 4).
Fakta bahwa surat ini diturunkan untuk mengancam dua individu spesifik yang sangat dekat dengan Nabi menunjukkan betapa seriusnya Allah memandang gangguan dan penghinaan yang mereka lakukan terhadap Rasul-Nya. Ini adalah bentuk perlindungan ilahi dan peringatan keras bagi semua penentang dakwah.
Makna dan Pelajaran dari Sebab Turunnya Surat
Sebab turunnya Surat Al-Lahab mengajarkan beberapa pelajaran penting. Pertama, ia menunjukkan bahwa tidak ada hubungan kekerabatan yang dapat menyelamatkan seseorang dari hukuman Allah jika ia memilih untuk memerangi kebenaran. Abu Lahab menolak keimanan meskipun memiliki kesempatan emas untuk mendukung keponakannya sendiri.
Kedua, surat ini menegaskan bahwa amal perbuatan—bahkan ketika didasari oleh kebencian ekstrem—akan dipertanggungjawabkan. Harta kekayaan dan kedudukan sosialnya (yang ia pertahankan dengan menentang Islam) tidak akan berguna melawannya api neraka. Ayat penutup surat ini menegaskan: "Di lehernya ada tali dari sabut (neraka)."
Dengan demikian, Surat Al-Lahab bukan sekadar kutukan, melainkan wahyu yang memberikan konteks historis yang jelas mengenai reaksi terhadap dakwah Islam di awal kemunculannya, dipicu oleh permusuhan terbuka dari paman Nabi sendiri. Ini menggarisbawahi betapa kerasnya oposisi awal yang harus dihadapi oleh komunitas Muslim perdana.
Pemahaman mendalam tentang sebab turunnya surat Al-Lahab membantu umat Muslim mengapresiasi keberanian Nabi SAW dan keteguhan ajaran Islam yang tidak mengenal kompromi terhadap kekafiran yang disengaja dan penuh kebencian.