Surah Al-Insyirah (Asy-Syarh), yang berarti "Kelapangan", adalah surat yang diturunkan untuk menenangkan hati Nabi Muhammad SAW di masa-masa sulit dakwahnya. Ayat-ayat awal surat ini menjanjikan kelapangan setelah kesempitan. Namun, janji agung ini diperkuat dan ditegaskan secara dramatis dalam dua ayat penutup yang sangat fundamental bagi kehidupan setiap mukmin, yaitu ayat 5 dan 6.
Dua ayat ini adalah jantung dari pesan optimisme Islam. Mereka menawarkan formula spiritual yang tak lekang oleh waktu untuk menghadapi tantangan hidup, menunjukkan bahwa kesulitan bukanlah akhir, melainkan jembatan menuju kemudahan, asalkan kita melakukan persiapan yang tepat.
Perhatikanlah bagaimana Allah SWT mengulang janji ini. Ayat kelima menyatakan secara pasti: "Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan." Kemudian, ayat keenam menegaskan kembali dengan penekanan yang lebih kuat: "Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan." Pengulangan ini bukan sekadar retorika; ini adalah penekanan ilahi. Dalam bahasa Arab, pengulangan (ta'kid) digunakan untuk memperkuat makna, meyakinkan pendengar, dan menghapus keraguan sekecil apa pun.
Makna harfiah yang terkandung dalam kata "ma'a" (bersama) sangatlah vital. Allah tidak berjanji bahwa kemudahan akan datang setelah kesulitan berakhir, melainkan berjanji bahwa kemudahan itu hadir bersamaan dengan kesulitan itu sendiri. Ini mengajarkan kita bahwa di tengah badai ujian, solusi, kesabaran, dan jalan keluar sudah tersedia dan melekat pada ujian tersebut. Kita hanya perlu memiliki mata batin yang mampu melihatnya.
Kata yang digunakan adalah 'Usr (kesulitan) dan Yusr (kemudahan). Yang menarik, dalam konteks ayat-ayat ini, kata 'Usr hanya disebutkan satu kali, sementara Yusr disebutkan dua kali (jika digabungkan dengan pengulangan). Para ulama menafsirkan ini sebagai isyarat bahwa kesulitan yang dihadapi umat manusia cenderung tunggal dan terbatas, sementara kemudahan yang menyertainya itu berlipat ganda dan tak terbatas.
Bayangkan sebuah beban berat. Beban itu tunggal. Namun, di bawahnya terdapat pegas penyeimbang, dukungan tali, dan harapan akan akhir yang ringan—semua itu adalah kemudahan yang menyertai. 'Usr adalah pintu, dan Yusr adalah kunci yang sudah tertanam di dalam pintu itu.
Bagi seorang Muslim yang sedang terhimpit masalah finansial, kehilangan orang terkasih, atau menghadapi kegagalan, ayat 5 dan 6 dari Al-Insyirah adalah oksigen spiritual. Implikasinya adalah:
Ketika Rasulullah SAW menghadapi tekanan luar biasa, ayat-ayat ini menjadi penguatnya. Demikian pula bagi kita di era modern, ketika stres dan kesulitan hidup terasa begitu nyata dan mendesak, ayat-ayat ini mengingatkan bahwa Allah tidak akan pernah membebani seseorang melebihi batas kemampuannya (QS. Al-Baqarah: 286), karena Dia telah menyiapkan imbalan yang setara atau bahkan lebih baik bagi mereka yang bersabar.
Memahami dan merenungkan "fa inna ma'al 'usri yusra, inna ma'al 'usri yusra" bukan hanya menghafal kata, tetapi menanamkan keyakinan bahwa kita sedang berjalan di bawah naungan janji Ilahi yang pasti. Di mana ada tantangan, di situlah Allah telah menempatkan peluang untuk tumbuh, kesabaran yang mendewasakan, dan kemudahan yang menanti untuk ditemukan.