Visualisasi janji kemudahan setelah kesulitan
Dua ayat terakhir dari Surah Al-Insyirah (Asy-Syarh) ini seringkali menjadi penawar paling mujarab bagi jiwa yang sedang dilanda kesempitan dan keputusasaan. Setelah Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk bersabar dalam menghadapi kesulitan dakwah, Allah SWT menegaskan sebuah kaidah universal: "Fa inna ma’al ‘usri yusra, inna ma’al ‘usri yusra." (Maka, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.)
Perhatikanlah penekanan yang luar biasa dalam ayat ini. Kata "bersama" (Arab: ma'a) menunjukkan kedekatan yang tak terpisahkan. Kemudahan itu bukan datang setelah kesulitan berakhir, melainkan berada di sisinya, mengiringinya, atau bahkan tertanam di dalamnya. Ini adalah janji ilahiah yang sangat kuat, menghilangkan logika manusia yang seringkali berpikir bahwa kemudahan harus menunggu sampai badai benar-benar reda.
Pengulangan pada ayat keenam ("Inna ma’al ‘usri yusra") bukan sekadar penegasan biasa. Dalam retorika Al-Qur'an, pengulangan berfungsi untuk memberikan penekanan dramatis dan menanamkan keyakinan yang kokoh di lubuk hati pembaca atau pendengarnya. Jika kesulitan ('usr) hanya disebut sekali, sementara janji kemudahan (yusr) disebut dua kali, ini mengindikasikan bahwa janji kemudahan tersebut jauh lebih besar dan lebih pasti daripada kesulitan yang dihadapi.
Syaikh asy-Syauqani rahimahullah menafsirkan bahwa struktur ini menunjukkan bahwa satu kesulitan ('usr) akan diikuti oleh dua kemudahan (yusr), atau setidaknya, kemudahan yang menyertainya jauh lebih banyak dan lebih besar dibandingkan kesulitan itu sendiri. Ini adalah optimisme yang didasarkan pada Wahyu, bukan sekadar sugesti psikologis.
Bagi seorang Muslim yang sedang menghadapi masalah finansial, kegagalan bisnis, ujian kesehatan, atau tekanan sosial, ayat ini adalah pengingat bahwa energi untuk mencari solusi dan kesabaran untuk bertahan sudah ditanamkan bersamaan dengan datangnya masalah itu sendiri. Kemudahan itu bisa berupa:
Memahami QS. Al-Insyirah ayat 5 dan 6 adalah memahami bahwa kehidupan duniawi adalah siklus. Tidak ada kesedihan yang abadi, dan tidak ada kebahagiaan yang mutlak. Kunci utamanya adalah bagaimana kita merespons kesulitan tersebut. Dengan keyakinan penuh bahwa Allah tidak akan membebani seseorang melampaui batas kemampuannya, dan bahwa kemudahan selalu siap siaga di samping kesulitan, maka beban terasa lebih ringan, dan jalan menuju pertolongan akan terlihat lebih jelas. Ayat ini mengajarkan kita untuk tidak pernah putus asa, karena harapan sejati bersandar pada janji yang diulang langsung oleh Sang Pemilik Segala Kekuatan.