Surah Al-Insyirah, atau yang dikenal juga sebagai Surah Asy-Syarh (Kelapangan), merupakan salah satu surat pendek dalam Al-Qur'an yang sarat makna, khususnya memberikan penghiburan dan janji manis bagi orang-orang yang sedang menghadapi kesulitan. Ayat 1 hingga 6 berbicara tentang kemudahan yang menyertai kesulitan, sebuah penegasan Ilahi bahwa kesulitan bukanlah akhir dari segalanya.
Namun, kekuatan sejati dari surat ini memuncak pada dua ayat terakhirnya, yaitu ayat ke-7 dan ke-8. Ayat ini berfungsi sebagai penutup yang membangkitkan semangat dan memberikan arahan yang jelas tentang bagaimana seharusnya seorang mukmin menyikapi anugerah kemudahan setelah masa sulit.
"Fa izā faraghta fanṣab, Wa ilā rabbika farghab."
(Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), maka tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya engkau berharap.)
Ayat ke-7, "Fa izā faraghta fanṣab,", mengandung perintah langsung dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW—dan secara universal kepada seluruh umat Islam—untuk tidak berdiam diri setelah satu pekerjaan selesai. Kata "faraghta" berarti selesai atau lapang, sedangkan "fanṣab" berarti tekunlah, berjuanglah, atau berdirilah tegak dalam bekerja keras.
Ini mengajarkan prinsip keseimbangan dalam hidup. Ketika Allah memberikan kemudahan (seperti yang dijanjikan di ayat 5 dan 6), itu bukanlah izin untuk bersantai total dan melupakan tanggung jawab lain. Sebaliknya, itu adalah momentum untuk segera mengalihkan energi dan fokus pada tugas atau perjuangan berikutnya. Dalam konteks kenabian, ini berarti setelah memimpin umat melewati kesulitan, beliau harus segera mempersiapkan diri untuk dakwah atau ibadah berikutnya. Dalam konteks kita sehari-hari, ini adalah pesan untuk tidak terlena oleh keberhasilan kecil, melainkan terus bergerak maju dan beribadah dengan giat.
Ayat penutup, "Wa ilā rabbika farghab,", adalah inti dari manajemen harapan seorang Muslim. Setelah berjuang dan bekerja keras (fanṣab), segala bentuk hasil, pujian, atau harapan harus diarahkan sepenuhnya kepada Allah SWT (farghab).
"Farghab" mengandung makna kembali, beralih, atau berharap dengan penuh kerinduan. Ini menegaskan bahwa sumber segala ketenangan, pertolongan, dan hasil akhir hanyalah dari Rabb. Ketika seseorang telah berusaha semaksimal mungkin, langkah selanjutnya adalah menyerahkan hasilnya kepada Allah. Ini membebaskan jiwa dari beban kecemasan akan hasil, karena ia tahu bahwa ia telah memenuhi bagiannya, dan bagian Allah adalah memastikan hasil terbaik, meskipun tidak selalu sesuai dengan keinginan duniawi.
Jika kita menggabungkan ayat 7 dan 8, kita mendapatkan formula spiritual yang paripurna:
Kombinasi antara kerja keras yang berkelanjutan dan pengharapan yang terpusat pada Sang Pencipta inilah yang menciptakan ketenangan hakiki. Ayat-ayat ini mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati bukan hanya datang dari terbebasnya kesulitan, tetapi dari kesadaran bahwa setiap tarikan napas adalah kesempatan untuk beribadah dan menyerahkan totalitas diri kepada Allah.
Memahami ayat 7 dan 8 secara mendalam membantu kita mengubah paradigma kerja dan doa. Ketika kita menghadapi tantangan besar di kantor, misalnya, setelah berhasil menyelesaikan satu tahap penting (faraghta), kita tidak boleh puas diri; kita harus segera menyiapkan strategi untuk tahap selanjutnya (fanṣab). Dan saat kita memohon kenaikan jabatan, kesuksesan bisnis, atau kesembuhan, kita harus memohon hanya kepada Allah, terlepas dari seberapa besar usaha yang telah kita lakukan (ilā rabbika farghab).
Intinya, Al-Insyirah 7-8 adalah manual operasional psikologis dan spiritual: Dorongan untuk tidak pernah berhenti berjuang sambil memastikan jangkar utama harapan kita tertanam kuat hanya pada Dzat Yang Maha Kuasa. Ini adalah resep abadi untuk mencapai ketenangan batin di tengah pusaran kehidupan duniawi.