Surat Al-Kahfi (Gua), surat ke-18 dalam Al-Qur'an, memiliki kedudukan yang sangat istimewa di hati umat Islam. Selain kisahnya yang penuh hikmah mengenai pemuda Ashabul Kahfi, surat ini juga mengandung pujian-pujian agung terhadap Allah SWT dan ajaran dasar tauhid. Membaca dan merenungkan isi surat ini, terutama pada hari Jumat, diyakini membawa ketenangan jiwa dan perlindungan dari fitnah terbesar.
Pembukaan surat Al-Kahfi langsung menyajikan pujian tertinggi kepada Allah, yang telah menurunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk. Pujian ini bukan sekadar formalitas, melainkan pengakuan mutlak atas keistimewaan kitab suci ini.
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَل لَّهُ عِوَجًا
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya, dan Dia tidak menjadikan di dalamnya kebengkokan (sedikit pun).
Ayat ini menegaskan bahwa Al-Qur'an adalah kitab yang lurus, tanpa kontradiksi, dan sempurna sebagai pedoman hidup. Kebenaran mutlak ini adalah alasan utama untuk memuji dan bersyukur kepada Sang Pencipta. Pujian ini membuka pintu bagi pemahaman yang lebih dalam mengenai tujuan diturunkannya wahyu, yaitu sebagai pemandu bagi orang-orang yang beriman.
Pujian dalam Islam, atau tahmid, adalah inti dari ibadah. Surat Al-Kahfi mengajarkan bahwa pujian harus selalu menyertai penerimaan nikmat, terutama nikmat terbesar yaitu Islam dan Al-Qur'an. Pujian ini berfungsi sebagai penyeimbang spiritual. Ketika kita memuji Allah, kita secara sadar menjauhkan hati dari kesombongan dan menjadikan Allah satu-satunya sumber kebaikan.
Salah satu pujian penting lainnya terkait dengan penegasan keesaan Allah dalam konteks kekuasaan-Nya atas segala sesuatu, termasuk urusan duniawi yang fana.
قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا
Katakanlah: Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak.
Ayat ini merupakan bantahan tegas terhadap segala bentuk penyekutuan (syirik), baik yang menyekutukan Allah dengan menetapkan adanya tuhan lain maupun menyematkan sifat ilahi pada makhluk-Nya, seperti anggapan bahwa Nabi Isa atau malaikat adalah anak Allah. Pujian ini meneguhkan kemurnian tauhid, bahwa hanya Dia yang Maha Esa, tanpa banding dan tanpa perlu menciptakan keturunan.
Kisah Ashabul Kahfi sendiri merupakan pelajaran bagaimana pujian yang tulus kepada Allah mampu menjaga keimanan di tengah godaan dunia. Para pemuda tersebut, saat melarikan diri, memuji Allah dan memohon perlindungan-Nya.
رَبَّنَا آتِنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا
“Wahai Tuhan kami, berikanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu dan siapkanlah untuk kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami!”
Permohonan ini mengandung pujian tersirat: bahwa petunjuk sejati hanya datang dari sisi Allah (min ladunka). Mereka tidak meminta kekayaan atau kekuasaan dunia, melainkan rahmat dan petunjuk lurus (rusyda). Ini mengajarkan kita bahwa bentuk pujian tertinggi dalam menghadapi kesulitan adalah dengan memohon bimbingan Ilahi.
Surat Al-Kahfi ditutup kembali dengan pengulangan pujian yang memuat harapan besar bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh.
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Katakanlah: “Sesungguhnya Aku ini hanyalah seorang manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan jangan ia mempersekutukan seorang pun dalam ibadah kepada Tuhannya.
Ayat penutup ini merangkum inti dari semua pujian: yaitu fokus penuh pada keesaan Allah (tauhid) yang dibuktikan melalui amal saleh. Pujian kepada Allah menjadi motivasi untuk tidak berbuat syirik dan konsisten dalam kebaikan. Dengan menjaga kemurnian ibadah ini, seorang mukmin berharap akan mendapatkan perjumpaan yang mulia di akhirat kelak.
Pujian dalam surat Al-Kahfi bukan sekadar untaian kata, melainkan fondasi keimanan. Surat ini mengarahkan umat Islam untuk memuji Allah atas kesempurnaan Al-Qur'an, atas keesaan-Nya yang meniadakan segala bentuk keserupaan dengan makhluk, dan sebagai pengingat bahwa hidup adalah ujian untuk membuktikan keikhlasan dalam memuji dan mentaati-Nya. Dengan meresapi pujian-pujian ini, kita diharapkan mendapatkan perlindungan (seperti pemuda di dalam gua) dari segala fitnah dan godaan duniawi.