Shalat adalah tiang agama Islam, kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan. Namun, seringkali muncul berbagai pertanyaan mendasar maupun lanjutan mengenai tata cara, syarat sah, hingga waktu pelaksanaannya. Berikut adalah kumpulan jawaban atas beberapa pertanyaan umum seputar shalat.
Pertanyaan: Apa hukum bagi seorang Muslim yang sengaja meninggalkan shalat fardhu? Apakah ada cara untuk menebusnya selain melakukan shalat qadha?
Jawaban: Meninggalkan shalat fardhu dengan sengaja tanpa alasan syar'i adalah dosa besar dalam Islam. Menurut pandangan mayoritas ulama, orang yang meninggalkan shalat hingga keluar waktunya wajib segera menggantinya (qadha) begitu ia ingat atau mampu. Tidak ada tebusan lain yang bisa menggantikan shalat wajib yang ditinggalkan, seperti sedekah atau puasa, karena shalat bersifat 'ainiyah mahdhah (ibadah yang harus dilakukan langsung oleh pelakunya). Proses qadha ini harus dilakukan sebanyak jumlah shalat yang ditinggalkan tersebut.
Pertanyaan: Apakah ada urutan baku untuk shalat sunnah rawatib (sebelum dan sesudah fardhu)? Misalnya, antara Dzuhur dan Ashar?
Jawaban: Shalat sunnah rawatib memiliki sunnah muakkadah (sangat dianjurkan) dan ghairu muakkadah. Urutannya mengikuti waktu shalat fardhu tersebut. Contohnya: 2 rakaat sebelum Subuh (muakkadah), 4 atau 2 rakaat sebelum Dzuhur (tergantung pendapat), 2 rakaat sesudah Dzuhur, 2 rakaat sesudah Maghrib, dan 2 rakaat sesudah Isya. Tidak ada ketentuan rawatib sebelum Ashar dan Maghrib, namun dianjurkan melaksanakan shalat sunnah mutlak atau shalat dhuha/tahiyatul masjid jika waktunya memungkinkan. Yang utama adalah menjaga shalat sunnah yang mengiringi Subuh dan Dzuhur.
Pertanyaan: Bolehkah saya menjamak (menggabungkan) shalat Dzuhur dengan Ashar, atau Maghrib dengan Isya, padahal saya tidak sedang bepergian jauh dan cuaca sedang cerah?
Jawaban: Hukum menjamak shalat (Qashar dan Jamak) pada dasarnya diperbolehkan bagi musafir (orang yang sedang dalam perjalanan). Namun, dalam mazhab Syafi'i, terdapat keringanan bagi penduduk mukim (tidak bepergian) untuk menjamak shalat (Jamak Taqdim atau Jamak Ta’khir) karena adanya udzur syar'i, seperti hujan lebat yang menyulitkan seseorang untuk berangkat ke masjid, sakit parah, atau kondisi darurat lainnya. Jika tidak ada udzur tersebut, Anda wajib melaksanakan setiap shalat pada waktunya masing-masing (Shalat Ada’).
Pertanyaan: Selain berbicara dan tertawa, apa saja hal lain yang dapat membatalkan shalat kita?
Jawaban: Ada beberapa pembatal shalat selain yang sudah umum diketahui (seperti berbicara dengan sengaja, tertawa terbahak-bahak, makan/minum, dan batalnya wudhu). Pembatal lainnya meliputi: Berpalingnya dada dari kiblat secara total, menambah rukun shalat (misalnya menambah satu rakaat dengan sengaja), batalnya salah satu syarat sah shalat (misalnya hilangnya suci dari hadas saat shalat), serta berpalingnya hati dari niat shalat dengan niat membatalkannya. Jika terjadi pembatalan, shalat harus diulangi dari awal setelah bersuci kembali.
Pertanyaan: Seberapa minimal bacaan yang harus ada dalam setiap rakaat shalat fardhu agar shalatnya sah?
Jawaban: Setiap rakaat shalat fardhu (kecuali rakaat ketiga dan keempat pada Dzuhur, Ashar, dan Isya) wajib diawali dengan niat, membaca Al-Fatihah, dan melakukan rukuk serta sujud. Menurut sebagian besar ulama, membaca surat Al-Fatihah adalah rukun yang tidak boleh ditinggalkan. Sebagian ulama menganjurkan membaca satu ayat pendek setelah Al-Fatihah, namun jika hanya membaca Al-Fatihah saja, shalat tetap sah asalkan tidak ada halangan seperti ketidaktahuan karena baru masuk Islam, yang mana dalam kondisi tersebut tetap bisa dimaafkan sementara.
Memahami dasar-dasar shalat adalah kunci kekhusyukan. Selalu usahakan untuk belajar dan memperbaiki kualitas ibadah Anda.