Surah Al-Fatihah, yang berarti 'Pembukaan', adalah surah pertama dalam susunan mushaf Al-Qur'an. Surah ini memiliki kedudukan yang sangat istimewa dan fundamental dalam Islam, bahkan sering disebut sebagai 'Ummul Kitab' (Induk Al-Kitab) karena mengandung ringkasan pokok-pokok ajaran Islam.
Kewajiban membacanya dalam setiap rakaat salat fardu maupun sunah menjadikan Al-Fatihah sebagai bacaan yang paling sering diulang oleh seorang Muslim. Memahami arti dan makna dari setiap ayatnya adalah kunci untuk menghadirkan kekhusyukan sejati saat beribadah.
Berikut adalah tujuh ayat Surah Al-Fatihah, lengkap dengan transliterasi (cara baca) dan terjemahan Indonesianya:
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Alhamdulillaahi rabbil 'aalamiin
Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.
Ar-rahmaanir rahiim
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Maaliki yawmid-diin
Pemilik hari pembalasan.
Iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin
Hanya kepada-Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.
Ihdinas-shiraathal mustaqiim
Tunjukilah kami jalan yang lurus,
Shiraathal ladziina an'amta 'alaihim ghairil maghdhuubi 'alaihim waladh dhaaliiin
yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahi nikmat kepada mereka; bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat.
Al-Fatihah bukan sekadar rangkaian kata, tetapi merupakan sebuah mukadimah tauhid (pengenalan keesaan Tuhan) yang komprehensif. Ayat-ayat ini mengajarkan manusia bagaimana cara yang benar untuk memulai hubungan dengan Sang Pencipta.
Tiga ayat pertama (termasuk Basmalah) adalah pujian mutlak hanya untuk Allah SWT. Ini menunjukkan bahwa segala bentuk syukur dan pujian kembali kepada-Nya. Allah disifati sebagai Rabbul 'Alamin (Tuhan Semesta Alam), yang menekankan bahwa Dia adalah Pencipta, Pemelihara, dan Pengatur segala sesuatu. Kemudian, penegasan sifat Ar-Rahman (Maha Pengasih) dan Ar-Rahim (Maha Penyayang) menegaskan bahwa meskipun Dia Maha Kuasa, kasih sayang-Nya mendominasi. Puncak pengakuan ini adalah penetapan bahwa hanya Dia satu-satunya yang berhak menerima ibadah dan hanya Dia yang memiliki otoritas penuh pada Hari Pembalasan (kiamat).
Ayat kelima adalah puncak interaksi antara hamba dan Tuhan. Kalimat "Hanya kepada Engkaulah kami menyembah" (Iyyaka Na'budu) adalah deklarasi pengabdian total. Sementara itu, "dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan" (Wa Iyyaka Nasta'iin) adalah pengakuan atas keterbatasan diri manusia. Seorang hamba mengakui bahwa tidak ada daya upaya tanpa izin Allah. Ini mengajarkan keseimbangan antara usaha maksimal manusia dan penyerahan diri penuh kepada kehendak Ilahi.
Setelah memuji dan menyatakan pengabdian, tibalah saatnya memohon. Ayat terakhir ini adalah doa universal manusia. Permintaan untuk dituntun ke "jalan yang lurus" (Ash-Shiraathal Mustaqiim) adalah kebutuhan paling mendasar. Jalan yang lurus ini kemudian dijelaskan sebagai jalan orang-orang yang diberi nikmat (seperti para nabi, siddiqin, syuhada, dan shalihin), dan menjauhkan diri dari dua golongan yang sesat:
Dengan membaca Al-Fatihah secara rutin, seorang Muslim diingatkan untuk selalu menjaga kemurnian akidah, konsistensi amal, dan memohon bimbingan agar tidak tergelincir dalam kesesatan.