Surat Al-Kahfi (Gua) adalah salah satu surat agung dalam Al-Qur'an yang memiliki keistimewaan luar biasa, terutama bagi umat Muslim yang membacanya pada hari Jumat. Namun, di antara ayat-ayatnya yang kaya hikmah, terdapat sepuluh ayat terakhir yang seringkali mendapatkan penekanan khusus karena mengandung pesan perlindungan dan rahmat yang sangat vital, terutama dalam menghadapi fitnah terbesar akhir zaman.
Sepuluh ayat terakhir surat Al-Kahfi, dimulai dari ayat ke-90 hingga ayat ke-100, merupakan penutup surat yang membahas berbagai kisah peringatan—pemilik kebun, kisah Musa dan Khidir, serta Dzulqarnain. Setelah melalui narasi panjang tentang ujian dan kekuasaan Allah SWT, penutup ini berfungsi sebagai penegasan akhir mengenai hakikat kebenaran dan kebatilan.
Keutamaan utama dari membaca sepuluh ayat terakhir Al-Kahfi adalah kaitannya dengan perlindungan dari fitnah Dajjal. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa siapa pun yang menghafal atau membaca sepuluh ayat pertama dari surat ini (atau sepuluh ayat terakhir, dalam beberapa riwayat yang menekankan bagian penutup), akan terjaga dari kejahatan Dajjal. Meskipun redaksi hadis berbeda antara sepuluh ayat awal dan sepuluh ayat akhir, fokus pada bagian penutup surat ini dianggap sebagai benteng karena ayat-ayat tersebut secara eksplisit membahas konsekuensi akhir bagi orang-orang yang mengikuti kesesatan duniawi dibandingkan dengan mereka yang berpegang teguh pada kebenaran Allah.
Ayat-ayat ini mengajak jiwa untuk merenungkan perbandingan antara kehidupan yang berorientasi materi semata (yang akan binasa) dengan amal shaleh yang kekal di sisi Allah SWT.
Sepuluh ayat penutup ini didominasi oleh seruan untuk beramal baik dan peringatan tentang kerugian jika hanya berfokus pada kesenangan duniawi. Ayat-ayat ini menyoroti bahwa harta dan keturunan hanyalah perhiasan kehidupan yang sementara, namun amal jariyah dan ketakwaan adalah bekal sejati.
Sebagai contoh, Allah SWT berfirman mengenai orang yang berbuat baik dengan niat tulus karena Allah: "Katakanlah: 'Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, niscaya habis sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan (bantuan) sebanyak itu pula.'" (QS. Al-Kahfi: 109)
Ayat ini menegaskan betapa terbatasnya daya cipta dan sumber daya manusia dibandingkan dengan keagungan dan keluasan ilmu Allah. Ini mendorong pembaca untuk menyadari bahwa segala usaha kebaikan yang dilakukan di dunia ini, sekecil apa pun, dicatat dan akan mendapatkan balasan yang melampaui hitungan duniawi.
Bagian akhir surat ini juga secara halus mengingatkan tentang bahaya kesombongan spiritual. Ketika seseorang telah mencapai kebaikan atau diberi karunia, ada potensi untuk melupakan sumber nikmat tersebut. Ayat-ayat penutup ini mengingatkan bahwa kekuasaan sejati hanya milik Allah, dan manusia harus selalu bersikap rendah hati serta senantiasa kembali kepada-Nya.
Salah satu ayat kunci yang menekankan hal ini adalah: "Itulah mereka yang dikaruniai surga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; di dalamnya mereka diberi gelang emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutra halus dan sutra tebal, sambil bertelekan di sana di atas ranjang-ranjang yang indah. Itulah sebaik-baik balasan, dan surga itulah tempat bersemayam yang paling baik." (QS. Al-Kahfi: 31 - Bagian dari narasi yang menguatkan janji bagi yang beriman)
Ayat-ayat penutup secara keseluruhan berfungsi sebagai konklusi bahwa hidup adalah perjalanan menuju salah satu dari dua tempat: kenikmatan abadi bagi yang beriman dan beramal saleh, atau kehancuran bagi yang berpaling dari kebenaran dan terperdaya oleh dunia.
Selain perlindungan dari fitnah besar, membaca sepuluh ayat terakhir Al-Kahfi, terutama pada hari Jumat (ketika keseluruhan surat dianjurkan), dipercaya dapat memberikan cahaya (Nur) bagi pembacanya. Cahaya ini bukan hanya bersifat fisik, tetapi juga penerangan batiniah yang membantu membedakan antara yang hak dan yang batil dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks spiritual, ayat-ayat ini mengingatkan kita untuk selalu memasukkan unsur 'In syaa Allah' (jika Allah menghendaki) dalam setiap perencanaan masa depan. Ini adalah pengakuan bahwa segala rencana manusia bergantung pada kehendak Ilahi. Dengan merenungkan sepuluh ayat terakhir ini, seorang Muslim dilatih untuk senantiasa berserah diri, menjaga kualitas amal, dan memohon perlindungan kepada Allah SWT dari segala bentuk kesesatan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Mengintegrasikan ayat-ayat penutup ini dalam rutinitas mingguan atau harian adalah investasi spiritual yang sangat berharga.
Oleh karena itu, mengkhususkan perhatian pada sepuluh ayat pamungkas surat Al-Kahfi adalah sebuah strategi spiritual yang bijaksana, memastikan bahwa pondasi keimanan kita kokoh menghadapi ujian dunia dan fitnah akhir zaman.