Surat Al Fil (Gajah), surat ke-105 dalam Al-Qur'an, meskipun singkat, sarat akan makna dan menjadi landasan fundamental dalam memahami kekuasaan ilahi. Kisah tentang upaya penghancuran Ka'bah oleh pasukan Abrahah menjadi titik fokus yang melahirkan berbagai kesimpulan mendalam bagi umat Islam.
Ilustrasi simbolis: Burung Ababil membawa batu penghancur.
Kesimpulan utama dari Surat Al Fil adalah penegasan absolut atas kekuasaan Allah SWT. Abrahah datang dengan kekuatan militer terbesar pada zamannya—pasukan bergajah yang dianggap tak terkalahkan—dengan niat menghancurkan simbol utama penyatuan bangsa Arab, yaitu Ka'bah. Namun, Allah menolak campur tangan manusia atau kekuatan super dalam pertahanan-Nya. Allah cukup mengirimkan makhluk-Nya yang paling kecil, burung Ababil, yang masing-masing membawa batu pijar (sijjil). Ini mengajarkan bahwa ukuran kekuatan musuh tidak berarti apa-apa di hadapan kehendak Ilahi. Kekuatan sejati hanya milik Sang Pencipta.
Kisah ini menjadi janji abadi mengenai perlindungan Allah terhadap tempat-tempat suci-Nya. Ka'bah adalah kiblat pertama umat Islam. Peristiwa ini terjadi sebelum masa kenabian Muhammad SAW secara terbuka, namun momentum ini dicatat dalam Al-Qur'an sebagai peringatan bagi siapa pun yang berniat jahat terhadap rumah suci tersebut. Meskipun konteks historisnya spesifik, maknanya universal: Allah akan menjaga agama-Nya dan simbol-simbol ketaatan kepada-Nya dari segala upaya pengrusakan.
Abrahah, sang pemimpin, termotivasi oleh kesombongan. Ia ingin mengalihkan ibadah haji dari Makkah ke gereja megah yang ia bangun di Yaman. Ini adalah bentuk penodaan dan klaim superioritas yang melampaui batas kemanusiaan. Surat Al Fil adalah cermin yang memantulkan kebodohan kesombongan manusia. Setiap kali manusia merasa terlalu kuat, terlalu besar, atau terlalu penting sehingga bisa menantang ketetapan Ilahi, hasilnya selalu sama: kehancuran total. Kemenangan datang bukan karena kecanggihan strategi, melainkan karena ketaatan dan ketulusan hati (yang diwakili oleh penduduk Makkah saat itu).
Ada pandangan bahwa penduduk Makkah saat itu tidak melawan secara fisik karena menyadari mustahilnya melawan pasukan sebesar itu. Kesimpulan di sini adalah tentang keharusan untuk bergantung penuh (tawakkal) setelah melakukan upaya yang masuk akal. Mereka mungkin telah bersembunyi dan berdoa, menyerahkan hasilnya kepada Allah. Kisah ini mengajarkan bahwa dalam menghadapi ancaman yang benar-benar di luar kemampuan nalar manusia, bertawakkal kepada pertolongan gaib (ghaib) adalah kunci kemenangan sejati.
Meskipun orang-orang Quraisy saat itu belum sepenuhnya memeluk Islam (sebagian masih musyrik), Allah menyelamatkan mereka dan kota mereka demi kehormatan Baitullah. Hal ini dilihat oleh para mufassir sebagai sebuah kehormatan besar yang diberikan kepada suku Nabi Muhammad SAW di masa depan. Mereka yang dimuliakan karena menjadi penjaga Ka'bah, dan perlindungan terhadap Ka'bah menjadi prasyarat bagi kedudukan mulia Quraisy. Kesimpulan ini menggarisbawahi bahwa bahkan tindakan perlindungan ilahi memiliki dimensi yang meluas, menyiapkan panggung bagi peristiwa kenabian yang akan datang.
Secara ringkas, kesimpulan Surat Al Fil adalah sebuah deklarasi bahwa tidak ada kekuatan di bumi maupun di langit yang dapat menandingi atau menggagalkan rencana Allah SWT, terutama dalam konteks perlindungan rumah-Nya. Surat ini berfungsi sebagai pengingat abadi bahwa keangkuhan akan selalu ditimpa azab, sementara penyerahan diri yang tulus kepada Tuhan akan selalu dijamin keselamatannya. Ia adalah monumen tertulis mengenai keajaiban yang terjadi di lembah Makkah, sebuah kisah yang membuktikan bahwa Allah adalah Pelindung terbaik bagi para hamba-Nya yang beriman dan menjaga syiar-Nya.
Pelajaran ini relevan sepanjang masa, mengingatkan umat bahwa dalam setiap kesulitan, bahkan yang tampak mustahil, pertolongan Allah selalu hadir dalam bentuk yang tak terduga.