Surat Al-Ikhlas, yang sering disebut sebagai 'seperempat Al-Qur'an' karena kandungan tauhidnya yang murni, adalah salah satu surat terpendek namun memiliki bobot teologis yang luar biasa. Surat ini turun sebagai jawaban tegas atas keraguan dan pertanyaan musyrikin Mekkah mengenai hakikat Tuhan yang disembah oleh Nabi Muhammad SAW. Memahami kandungan ayat 1 hingga 4 adalah kunci untuk memahami fondasi ajaran Islam: Tauhid Rububiyah, Uluhiyah, dan Asma wa Sifat.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
(Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang)
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
(1) Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa (Ahad)."
Ayat pertama ini langsung meletakkan dasar utama: Allah itu Ahad (Satu dan Tunggal). Kata Ahad berbeda dengan Wahid. Wahid berarti satu secara jumlah, namun mungkin bisa dipecah atau ada yang setara dengannya. Sementara Ahad berarti tunggal secara hakikat, tidak ada yang menyamai, tidak terbagi, dan tidak bersekutu. Ini menafikan segala bentuk syirik, baik syirik dalam zat, sifat, maupun perbuatan-Nya. Keesaan Allah adalah absolut dan tidak dapat diganggu gugat.
اللَّهُ الصَّمَدُ
(2) Allah adalah Ash-Shamad (Tempat bergantung segala sesuatu).
Ayat kedua menjelaskan implikasi dari keesaan tersebut. Ash-Shamad adalah salah satu nama Allah yang paling agung. Maknanya sangat luas, meliputi beberapa aspek:
Kontras dengan makhluk yang selalu membutuhkan (lapar, haus, membutuhkan pertolongan), Allah adalah Shamad, sumber segala kebutuhan yang tidak pernah membutuhkan balasan.
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
(3) (Allah) tidak beranak dan tiada pula diperanakkan.
Ayat ini adalah bantahan tegas terhadap keyakinan musyrikin yang menuduh bahwa malaikat adalah anak-anak perempuan Allah, serta bantahan terhadap klaim Yahudi (Uzair adalah putra Allah) dan Nasrani (Isa adalah putra Allah). Keesaan Allah mengharuskan Dia tidak memiliki keturunan. Mengapa?
Sifat "tidak beranak dan tidak diperanakkan" menegaskan keunikan mutlak Allah dari segala ciptaan-Nya.
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
(4) Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia."
Ayat penutup ini menyempurnakan konsep tauhid. Kata Kufuwan berarti tandingan, padanan, atau sebanding. Ayat ini menyatakan bahwa tidak ada satupun di seluruh alam semesta—baik itu nabi, malaikat, dewa, benda langit, maupun entitas lain—yang memiliki kesamaan sifat atau kedudukan sedikit pun dengan Allah SWT.
Jika ayat 1 menetapkan keesaan, ayat 2 menetapkan kebutuhan (ketergantungan), dan ayat 3 menafikan relasi keturunan, maka ayat 4 adalah penutup yang meliputi semua sangkalan: tidak ada yang pantas disembah selain Dia karena tidak ada satu pun yang bisa menandingi kesempurnaan-Nya.
Secara keseluruhan, kandungan Al-Ikhlas ayat 1-4 adalah ringkasan fundamental dari Tauhid Asma wa Sifat. Surat ini mengajarkan umat Islam untuk memurnikan ibadah hanya kepada Dzat yang memiliki sifat kesempurnaan mutlak, yang tidak memiliki kekurangan (karena membutuhkan atau memiliki keturunan), dan yang tidak memiliki tandingan. Memahami dan mengamalkan isi surat ini berarti melepaskan diri dari segala bentuk pemikiran yang mengarah pada penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya (tajsim atau antropomorfisme) dan menjunjung tinggi kemahasucian-Nya (tanziih).
Oleh karena itu, pembacaan surat ini dalam shalat adalah pengakuan bahwa kita beribadah kepada Sang Pencipta yang Maha Kuasa, Maha Mandiri, dan Maha Unik, yang tidak terikat oleh hukum alam yang berlaku bagi ciptaan-Nya. Kandungan ini menjadi benteng akidah yang kokoh melawan segala bentuk penyimpangan teologis.
— Selesai —