Ilustrasi: Pilihan antara Jalan Kebenaran dan Jalan Kesesatan
Surah Al-Kahfi, yang terkenal dengan empat kisah utamanya—Ashabul Kahfi (pemuda gua), pemilik dua kebun, Nabi Musa dan Khidr, serta Raja Dzulkarnain—memberikan pelajaran mendalam tentang ujian dunia dan kebenaran hakiki. Di antara kisah-kisah penting tersebut, terdapat penegasan tegas mengenai pilihan yang harus diambil setiap individu.
Kandungan Surah Al-Kahfi ayat 29 merupakan titik fokus penutup dari mukadimah kisah-kisah tersebut, memberikan garis batas tegas antara menerima petunjuk dan menolaknya.
Artinya: "Katakanlah (Muhammad): 'Kebenaran itu datang dari Tuhanmu.' Maka barangsiapa menghendaki, silakan ia beriman, dan barangsiapa menghendaki, silakan ia kufur.' Sesungguhnya Kami telah menyiapkan bagi orang-orang yang zalim itu dinding (api) yang (kelak) akan mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti tembaga yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat peristirahatan yang paling jelek."
Ayat ke-29 ini mengandung tiga pilar utama ajaran Islam yang krusial, yang semuanya berpusat pada konsep kehendak bebas (ikhtiar) manusia di hadapan wahyu ilahi.
Frasa "Katakanlah (Muhammad): 'Kebenaran itu datang dari Tuhanmu'" menegaskan bahwa Islam, Al-Qur'an, dan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah mutlak kebenaran yang berasal langsung dari Allah SWT. Ini bukan sekadar opini manusia atau hasil rekayasa sosial, melainkan wahyu yang otentik. Penegasan ini penting sebagai fondasi bagi semua keputusan iman dan amal setelahnya.
Bagian selanjutnya adalah pernyataan paling fundamental mengenai tanggung jawab individu: "Maka barangsiapa menghendaki, silakan ia beriman, dan barangsiapa menghendaki, silakan ia kufur." Ayat ini membuktikan bahwa Allah memberikan manusia akal dan kehendak bebas untuk memilih jalannya. Allah tidak pernah memaksa seseorang untuk beriman, tetapi konsekuensi dari pilihan tersebut akan ditanggung sepenuhnya oleh yang memilih. Ini adalah inti dari konsep free will dalam teologi Islam. Pilihan untuk beriman adalah jalan menuju rahmat, sementara pilihan untuk kufur adalah konsekuensi dari penolakan terhadap kebenaran yang telah disajikan dengan jelas.
Setelah memberikan opsi kebebasan, ayat ini langsung menjelaskan konsekuensi bagi mereka yang memilih jalan penolakan (kezaliman). Kata "zalim" di sini merujuk pada mereka yang sengaja menutupi dan menolak kebenaran yang jelas.
Di era informasi saat ini, di mana banyak sekali ideologi dan pandangan hidup saling bersaing, ayat 29 Al-Kahfi berfungsi sebagai penyeimbang. Dunia modern seringkali menyamarkan kebenaran dengan kemewahan atau logika yang menyesatkan. Ayat ini mengingatkan kita bahwa meskipun dunia menawarkan banyak jalan yang tampak nyaman, hanya ada satu sumber kebenaran yang pasti, yaitu dari Allah.
Kebebasan memilih yang diberikan Allah bukanlah izin untuk bermain-main dengan keimanan. Sebaliknya, ini adalah ujian tanggung jawab. Setiap informasi yang kita terima, setiap keputusan moral yang kita buat, adalah bagian dari respons kita terhadap panggilan kebenaran Ilahi. Jika kita memilih untuk menutup mata terhadap bukti-bukti keesaan Allah dan petunjuk-Nya, maka kita secara sadar telah memilih jalan yang disebutkan dalam ancaman ayat ini.
Memahami kandungan surah Al-Kahfi ayat 29 menuntut introspeksi mendalam: Apakah pilihan hidup kita saat ini selaras dengan kebenaran yang datang dari Tuhan, ataukah kita tengah berjalan menuju api yang telah disiapkan bagi mereka yang menolak petunjuk tersebut? Pilihan ada di tangan kita, dan konsekuensinya adalah kekal.