Ketika berbicara tentang alat masak tradisional, kata "belanga" mungkin tidak asing di telinga sebagian masyarakat Indonesia, terutama yang akrab dengan dapur-dapur kuno atau masakan-masakan nusantara otentik. Namun, bagi generasi modern, definisi dan kegunaan belanga mungkin mulai memudar. Secara sederhana, belanga adalah sebuah wadah masak tradisional yang umumnya terbuat dari bahan dasar tanah liat (tembikar) atau logam, seringkali berbentuk cekung dan memiliki pegangan.
Belanga memiliki peran krusial dalam sejarah kuliner banyak kebudayaan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Fungsinya tidak hanya terbatas pada memasak; ia juga merupakan simbol dari cara hidup yang lebih mengedepankan kesederhanaan dan memanfaatkan sumber daya alam secara maksimal.
Keunikan belanga terletak pada material pembuatannya. Ada dua jenis utama belanga yang paling sering ditemukan:
Bentuk belanga umumnya memiliki mulut yang lebih lebar daripada dasarnya, dengan bagian perut yang bundar. Variasi ukuran juga sangat beragam, mulai dari belanga kecil untuk porsi keluarga hingga belanga besar yang digunakan untuk acara hajatan atau memasak dalam jumlah besar.
Lalu, apa fungsi spesifik dari belanga? Mengapa ia lebih dipilih daripada panci biasa di masa lalu? Belanga adalah alat masak multifungsi yang sangat dihargai.
Pertama, ia sangat efektif untuk hidangan yang dimasak dalam waktu lama (slow cooking). Panas yang terperangkap di dalam pori-pori tanah liat memastikan daging atau bahan makanan lainnya menjadi sangat empuk tanpa risiko gosong di bagian bawah jika api dijaga dengan benar. Hal ini sangat cocok untuk teknik memasak seperti ungkep atau memasak santan dalam waktu lama agar santan tidak pecah.
Kedua, belanga sering digunakan sebagai wadah untuk mengukus atau merebus. Dengan penambahan air di dasarnya dan ditutup rapat, ia berfungsi layaknya panci kukus tradisional.
Ketiga, dalam konteks sosial, belanga terkadang juga digunakan sebagai wadah saji, terutama untuk hidangan komunal seperti bubur atau sup. Keindahannya yang sederhana memberikan sentuhan otentik pada penyajian makanan.
Saat ini, belanga klasik mungkin jarang terlihat di dapur perkotaan yang didominasi oleh peralatan berbahan stainless steel atau teflon. Namun, tren kembali ke akar (kembali ke alam dan metode tradisional) telah membawa belanga kembali populer di kalangan pecinta kuliner otentik dan restoran masakan nusantara kelas atas.
Beberapa koki modern sengaja mencari belanga tanah liat berkualitas tinggi untuk menghadirkan kembali cita rasa asli dari resep-resep warisan keluarga. Mereka memahami bahwa medium memasak memiliki dampak signifikan terhadap hasil akhir masakan. Penggunaan belanga juga sering dikaitkan dengan gaya hidup yang lebih sadar lingkungan, karena materialnya alami dan dapat didaur ulang.
Memelihara belanga tanah liat memang memerlukan perawatan khusus. Sebelum digunakan pertama kali, ia harus melalui proses 'menjenguk' atau membakar dengan air dan sedikit minyak agar pori-porinya tertutup dan tidak mudah retak. Perawatan rutin ini menjadi bagian dari ritual dalam menggunakan alat masak yang penuh sejarah ini.
Kesimpulannya, belanga adalah lebih dari sekadar pot masak; ia adalah artefak budaya yang merepresentasikan kearifan lokal dalam mengolah makanan. Meskipun teknologi terus maju, nilai intrinsik dari belanga—kemampuannya menghasilkan rasa yang dalam dan otentik—terus membuatnya relevan di tengah gempuran inovasi dapur kontemporer.