Dalam lembaran Al-Qur'an, terdapat surat-surat yang memiliki kekuatan luar biasa untuk menenangkan jiwa yang sedang gundah. Salah satu yang paling sering dirujuk saat umat merasa ditinggalkan atau menghadapi masa-masa sulit adalah Surah Ad-Duha (Surah ke-93). Ayat pendek dari surat ini seringkali menjadi penyejuk hati, pengingat akan janji Ilahi bahwa setelah kesulitan pasti ada kemudahan.
Surah Ad-Duha diturunkan ketika Nabi Muhammad SAW mengalami jeda wahyu untuk sementara waktu. Jeda ini membuat hati beliau sedikit sedih karena khawatir wahyu telah terputus. Allah SWT kemudian menurunkan surat ini sebagai bentuk penghiburan langsung, menegaskan bahwa Allah tidak meninggalkan beliau. Inilah inti utama dari **ayat pendek Wadduha**—sebuah janji kehangatan dan pemeliharaan.
Meskipun seluruh surat ini indah, beberapa ayat awal seringkali dikutip karena dampaknya yang cepat terasa:
Pengulangan frasa "Wadduha" (Demi waktu Dhuha) sendiri sudah memberikan nuansa optimisme. Waktu Dhuha adalah saat kegelapan malam telah hilang sepenuhnya, dan cahaya matahari mulai tegak sempurna. Ini adalah metafora sempurna bahwa masa sulit (malam) pasti akan berakhir, digantikan oleh cahaya (kemudahan dan rahmat).
Ketika seseorang merasa terabaikan atau usahanya tampak sia-sia, mengingat **ayat pendek Wadduha** yang ketiga ("Mā wadda‘aka rabbuka...") adalah sebuah suntikan iman yang kuat. Ini menegaskan hubungan langsung antara hamba dan Penciptanya. Tidak ada jeda yang berarti putus asa, karena Allah Maha Melihat dan Maha Menjaga keadaan hamba-Nya, baik dalam kesibukan maupun dalam keheningan.
Menginternalisasi pesan dari ayat-ayat ini membantu kita menghadapi kegagalan dan penundaan. Hidup ini penuh siklus; ada masa kegelapan yang harus kita lalui, dan ada masa cerah yang menanti. Surah Ad-Duha mengajarkan kita untuk bersabar dan yakin bahwa setiap fase memiliki tujuannya sendiri.
Banyak Muslim yang kemudian mengaitkan waktu shalat Dhuha—yang dilakukan pada waktu pagi setelah terbit matahari hingga sebelum Zuhur—dengan pesan dalam surat ini. Melaksanakan shalat Dhuha seolah menjadi ritual syukur atas berakhirnya kegelapan dan permohonan agar rezeki serta kemudahan terus mengalir di hari itu. Ini adalah cara praktis untuk meresapi pesan ketuhanan yang terkandung dalam **ayat pendek Wadduha**.
Pada akhirnya, kekuatan surat ini bukan hanya pada teks Arabnya, tetapi pada resonansi emosionalnya. Ia berbisik kepada hati yang rapuh, mengingatkannya bahwa Allah tidak pernah terlelap dan tidak pernah lupa pada hamba yang telah berjuang. Kehangatan matahari Dhuha adalah gambaran nyata dari kehangatan kasih sayang Allah yang siap menyambut kita kapan pun kita menoleh kembali kepada-Nya.