Surah Ad-Dhuha adalah surat yang penuh dengan kehangatan dan penghiburan dari Allah SWT, diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW ketika beliau mengalami masa-masa sulit dan jeda wahyu. Setiap ayat dalam surat ini memiliki pesan yang kuat, dan ayat penutup, yaitu **Ayat 11**, menjadi puncak penegasan atas anugerah dan perintah syukur.
Fokus Utama: Arti Surah Ad Dhuha Ayat 11
Ayat ke-11 dari Surah Ad-Dhuha (Surah ke-93 dalam Al-Qur'an) adalah perintah langsung dari Allah kepada Rasulullah SAW untuk menyebarkan rahmat dan nikmat yang telah dilimpahkan kepadanya.
Secara harfiah, ayat ini memiliki arti:
"Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menceritakan (atau menampakkan)."
Inilah inti dari ayat ini: sebuah perintah ilahi untuk bersyukur secara lisan dan perbuatan atas segala karunia yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah.
Makna Kontekstual dan Implikasi
Ayat 11 ini tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan klimaks dari rentetan nikmat yang disebutkan sebelumnya dalam Surah Ad-Dhuha. Ayat 1-5 mengingatkan Nabi tentang pemeliharaan Allah saat yatim, ayat 6-8 tentang menemukan jalan dan mengumpulkan (hati) beliau.
Perintah "fa haddits" (maka ceritakanlah/sampaikanlah) membawa beberapa dimensi penting:
- Syukur Lisan (Verbal Gratitude): Ini adalah manifestasi syukur yang paling nyata dan langsung. Setelah diingatkan betapa Allah telah menolongnya melewati masa sulit, Nabi diperintahkan untuk tidak menyembunyikan kebaikan itu, melainkan menyampaikannya sebagai pengakuan atas kebesaran Rabb-nya.
- Menyebarkan Rahmat (Da'wah): Bagi seorang Nabi, "menceritakan nikmat Tuhan" juga berarti menyampaikan risalah atau dakwah. Dengan menunjukkan bahwa Allah telah menolongnya dari kesempitan, ini menjadi bukti nyata bagi kaumnya bahwa pertolongan Allah pasti datang.
- Refleksi Diri dan Umat: Bagi umat Islam secara umum, ayat ini mengajarkan bahwa setiap kemudahan, rezeki, kesehatan, atau kesuksesan yang kita raih adalah titipan dan nikmat dari Allah. Kewajiban kita adalah mengakui asal-usul nikmat tersebut, bukan menyandarkan keberhasilan semata pada usaha diri sendiri.
Perbedaan dengan Menyombongkan Diri
Penting untuk membedakan antara "menceritakan nikmat" (bersyukur) dengan "menyombongkan diri" (riya'). Dalam konteks ayat ini, penceritaan nikmat adalah tindakan kerendahan hati yang bertujuan memuji Pemberi nikmat, bukan membanggakan diri sendiri sebagai penerima nikmat.
Ketika seseorang berkata, "Alhamdulillah, Allah telah memberi saya rezeki sehingga saya bisa menolong si fulan," ini adalah "hadits bi ni'mah" (menceritakan nikmat). Ketika seseorang berkata, "Lihatlah betapa hebatnya saya sehingga saya bisa mencapai ini," ini adalah bentuk kesombongan yang bertentangan dengan semangat Ad-Dhuha.
Surah Ad-Dhuha menekankan harmoni antara masa kesulitan (Adh-Dhuha) dan masa kemudahan (penutup ayat). Ketika kita dalam kesulitan, kita diingatkan bahwa Allah tidak meninggalkan kita (ayat 1-5). Ketika kita berada dalam kelimpahan, kita diperintahkan untuk tidak lupa diri, melainkan menyebarkan kabar baik tersebut (ayat 11).
Implikasi Psikologis dan Spiritual
Pola pikir ini sangat memengaruhi kesehatan mental dan spiritual seseorang. Ketika seseorang terbiasa mengidentifikasi setiap hal baik sebagai "nikmat Tuhan," ia membangun fondasi ketahanan (resiliensi) yang kuat. Jika terjadi kegagalan, ia tahu bahwa kesulitan itu sementara, karena sebelumnya ia telah mengalami pertolongan. Jika terjadi kesuksesan, ia tidak jatuh dalam keangkuhan, karena ia selalu ingat untuk menceritakan anugerah tersebut kepada sumbernya.
Oleh karena itu, arti Surah Ad Dhuha ayat 11 adalah perintah abadi untuk mengalirkan kebaikan yang kita terima kembali ke alam semesta, sebagai bentuk pengakuan sejati bahwa seluruh rahmat berasal dari Allah SWT, Tuhan yang menyinari pagi hari setelah kegelapan malam.