Dalam perjalanan menuntut ilmu, seringkali perhatian kita terfokus hanya pada penguasaan materi, dalil, atau teori. Namun, terdapat aspek fundamental yang sering terabaikan namun memiliki bobot yang sangat besar, yaitu Adabul Ilmi, atau etika dalam menuntut ilmu. Adabul Ilmi bukan sekadar formalitas, melainkan ruh yang menghidupkan proses belajar itu sendiri, membedakan antara sekadar orang yang berpengetahuan dengan orang yang berilmu yang membawa manfaat.
Hakikat Adabul Ilmi
Adabul Ilmi mencakup seluruh tata krama dan akhlak yang harus dijaga oleh seorang pencari ilmu, baik dalam hubungannya dengan guru, teman sejawat, materi pelajaran, hingga terhadap diri sendiri. Ilmu yang diperoleh tanpa adab seringkali menjadi sia-sia atau bahkan membawa petaka. Sebagaimana ungkapan bijak, "Ilmu tanpa adab adalah kayu bakar bagi neraka." Ini menunjukkan betapa pentingnya pondasi moral sebelum menyerap pengetahuan.
Dalam konteks modern, Adabul Ilmi tidak hanya terbatas pada bagaimana kita duduk di majelis taklim. Ia meluas ke etika digital, cara kita berinteraksi di forum daring, cara kita menghargai sumber rujukan, dan bagaimana kita menyikapi perbedaan pendapat. Intinya adalah ketulusan (ikhlas) dan kerendahan hati (tawadhu').
Adab Terhadap Guru
Guru adalah gerbang utama menuju ilmu. Adab terhadap guru merupakan tolok ukur pertama kesuksesan seorang murid. Hal ini meliputi:
- Menjaga Kehormatan: Menghormati guru secara lahir dan batin, tidak menyela pembicaraan, dan tidak merendahkan ilmunya di hadapan orang lain.
- Ketaatan yang Terukur: Patuh terhadap arahan selama hal tersebut masih dalam koridor kebaikan dan tidak bertentangan dengan prinsip kebenaran yang lebih tinggi.
- Menjaga Lisan: Berbicara dengan sopan dan menghindari kata-kata yang menyakiti perasaan guru, meskipun dalam suasana santai.
- Mendoakan: Secara konsisten memohon kebaikan bagi para pengajar yang telah mencurahkan waktu dan tenaganya.
Tanpa adab ini, ilmu yang diajarkan seolah mengalir melalui pipa yang retak; ia akan banyak hilang sebelum sampai pada tujuan.
Adab Terhadap Ilmu Itu Sendiri
Ilmu yang datang dari Allah SWT melalui perantara para ulama harus diperlakukan dengan penghormatan yang layak. Adab terhadap ilmu menuntut kita untuk:
- Mengamalkan Ilmu: Ilmu sejati adalah yang termanifestasi dalam perbuatan. Menunda pengamalan seringkali mengurangi keberkahan ilmu tersebut.
- Memelihara Waktu: Memanfaatkan waktu belajar dengan serius, menghindari pemborosan waktu yang berharga untuk hal-hal yang tidak produktif.
- Sikap Selektif: Tidak menyebarkan informasi atau ilmu yang belum terverifikasi kebenarannya, apalagi jika menyangkut isu sensitif atau kesesatan.
Adab dalam Berdiskusi dan Berbeda Pendapat
Menuntut ilmu pasti akan melibatkan proses diskusi dan pertukaran gagasan, yang seringkali memunculkan perbedaan pandangan. Adabul Ilmi mengajarkan bahwa perbedaan pendapat adalah keniscayaan, namun harus dikelola dengan damai. Ketika berdiskusi, fokuslah pada substansi argumen, bukan menyerang pribadi lawan bicara. Tujuan diskusi adalah mencari kebenaran (thalab al-haq), bukan memenangkan ego. Kerendahan hati untuk menerima koreksi ketika argumentasi kita ternyata keliru adalah puncak dari etika keilmuan.
Pada akhirnya, penuntut ilmu yang sejati menyadari bahwa ilmu adalah titipan, bukan kepemilikan mutlak. Dengan menanamkan Adabul Ilmi sedalam-dalamnya, bukan hanya pengetahuan yang bertambah, melainkan kualitas spiritual dan manfaat yang kita bawa kepada masyarakat akan ikut terangkat. Ilmu yang beradab akan menjadi penerang jalan, bukan sekadar hiasan kepala.