Adab di Atas Ilmu: Nasihat Agung Imam Nawawi

Simbol Ilmu dan Adab Visualisasi keseimbangan antara buku ilmu (kiri) dan tongkat adab (kanan) yang terhubung oleh panah pertumbuhan. Ilmu Adab

Dalam tradisi keilmuan Islam, kedalaman pengetahuan seringkali dianggap kurang berarti jika tidak dibarengi dengan akhlak dan etika yang luhur. Salah satu figur besar yang menekankan pentingnya aspek ini adalah Al-Imam An-Nawawi (rahimahullah), seorang ulama besar dari Mazhab Syafi'i yang karyanya masih menjadi rujukan utama hingga kini. Bagi Imam Nawawi, ilmu tanpa adab adalah bangunan tanpa fondasi yang kuat.

Prioritas Utama: Adab Sebelum Belajar

Imam Nawawi, dalam berbagai tulisannya, termasuk dalam mukadimah kitab-kitabnya, secara eksplisit mengajarkan bahwa seorang penuntut ilmu harus menanamkan adab terlebih dahulu. Ini bukan sekadar formalitas sopan santun, melainkan sebuah kerangka moral yang memandu bagaimana ilmu tersebut diperoleh, diamalkan, dan diajarkan. Adab ini mencakup hubungan dengan guru, dengan sesama penuntut ilmu, dan yang paling fundamental, adab kepada Allah SWT.

Seringkali, kita menyaksikan orang yang memiliki ingatan tajam dan mampu menghafal banyak teks, namun perilakunya jauh dari nilai-nilai yang diajarkannya. Imam Nawawi melihat fenomena ini sebagai kegagalan dalam proses belajar itu sendiri. Ilmu yang diperoleh dengan cara yang tercela atau ilmu yang tidak membuahkan karakter mulia adalah ilmu yang kurang berkah. Beliau menekankan bahwa adab adalah kunci pembuka nur (cahaya) ilmu. Tanpa adab, ilmu bisa menjadi beban atau bahkan bencana bagi pemiliknya.

Pilar-Pilar Adab Menurut Perspektif Imam Nawawi

Adab yang dimaksud oleh Imam Nawawi sangat luas cakupannya. Berikut beberapa pilar utama yang beliau tekankan dalam konteks menuntut ilmu:

  1. Adab Terhadap Guru: Ini adalah pondasi awal. Rasa hormat, merendahkan diri, ketaatan pada arahan yang benar, dan menjaga kehormatan guru adalah mutlak. Ilmu yang diperoleh dengan meremehkan guru seringkali sulit meresap.
  2. Adab Terhadap Diri Sendiri (Ikhlas): Seorang penuntut ilmu harus memastikan niatnya murni karena Allah, bukan mencari pujian, jabatan, atau popularitas duniawi. Ikhlas adalah adab batin yang paling tinggi.
  3. Adab Terhadap Ilmu Itu Sendiri: Ilmu harus diagungkan. Ini berarti tidak menggunakan ilmu untuk berdebat kusir, menyombongkan diri, atau meremehkan orang yang belum mengetahuinya. Ilmu adalah amanah yang harus dijaga kesuciannya.
  4. Adab Terhadap Waktu dan Amal: Ilmu yang baik harus segera diamalkan. Imam Nawawi mengajarkan bahwa menunda amal dari ilmu yang telah dipelajari adalah bentuk ketidakadaban terhadap anugerah pemahaman yang diberikan Allah.

Perbedaan Ilmu dan Amalan

Dalam pandangan beliau, pengetahuan teoretis (ilmu) dan penerapan praktis (amal) harus berjalan paralel. Seseorang mungkin menghabiskan waktu bertahun-tahun mempelajari fiqh, tafsir, atau hadis, tetapi jika ia tidak mampu mengendalikan emosi, menjaga kejujuran, atau bersikap rendah hati, maka ia belum sepenuhnya 'berilmu' dalam arti yang sesungguhnya. Ilmu tanpa amal adalah seperti pohon tanpa buah.

Imam Nawawi sendiri dikenal sebagai seorang yang sangat zuhud dan memiliki integritas moral yang tinggi. Kehidupan beliau adalah manifestasi dari apa yang beliau ajarkan. Keteguhan beliau dalam beribadah dan kesederhanaan hidupnya menjadi bukti nyata bahwa penguasaan ilmu yang mendalam harus selalu dibungkus dengan kesopanan dan kesalehan. Inilah warisan abadi yang ditinggalkan oleh Imam Nawawi: bahwa kualitas seorang alim diukur bukan hanya dari kuantitas kitab yang ia kuasai, tetapi dari kualitas akhlak yang ia tampilkan.

Kesimpulan: Membumikan Ilmu dengan Etika

Hingga saat ini, nasihat mengenai adab di atas ilmu tetap relevan, terutama di era informasi di mana akses terhadap ilmu sangat mudah didapatkan namun filter akhlak seringkali terabaikan. Mengikuti jejak pemikiran Imam Nawawi berarti kita berkomitmen untuk menjadikan setiap pelajaran sebagai kesempatan memperbaiki diri. Ilmu adalah cahaya, dan adab adalah wadah yang menjaga cahaya itu agar tidak padam atau menyebar dengan liar dan merusak. Prioritaskan pembentukan karakter, maka ilmu yang hakiki akan menyertai langkah kita.

🏠 Homepage